Tongkat dari siapa?. 2

164 11 0
                                    

"Tongkat dari siapa?"

Aku menoleh pada ibu yang muncul dari arah dapur,membawa sesuatu ditangannya. Aku menggeleng.

"Elma tidak tahu bu,orangnya nitip ke bi Dita." Jelasku sambil meraih sesuatu yang sudah disimpan ibu diatas meja. Mm,keripik singkong.

Ibu baru saja sampai setelah tiga hari lalu meninggalkanku ke Bandung untuk urusan bisnisnya. Sedangkan ayah,sudah seperti kebiasaannya,hanya akan pulang satu bulan tiga kali,kecuali kalau cuti,akan lebih lama tinggal.

"Tapi perkiraan Elma,seseorang yang Elma temui dua minggu lalu."

"Siapa?" Tanya ibu sambil duduk disampingku.

"Belum sempat tanya namanya."

"Penggemar rahasia,tante. Hi hi hi." Delisa cekikikan sambil berguling dikarpet depan meja.

"Delisa tahu?" Ibu penasaran.

"Tahu orangnya."

"Kalian harus hati-hati."

"Iya bu."

"Iya tan."

Kami diam,hanya suara kunyahan renyah dari mulut masing-masing,hingga ibu kembali membuka suara.

"Eh,ngomong-ngomong Del,ibumu sudah pesan baju dibutik tante. Katanya,kamu fitting bareng dengan Elma saja."

Delisa diam. Aku diam. Aku sudah mendengar berita tentang ibu Delisa yang akan menikah lagi,belum terlalu lama sejak ayahnya meninggal. Aku yakin Delisa tidak menyukai itu.

"Iya tante."

Hening. Jika Delisa mendengar sesuatu tentang ibunya,entah mengapa,aku merasa ia sedikit murung.

"Sini,duduk disini." Ibu menepuk sisi kiri sofa. Delisa beranjak dan duduk disamping kiri ibu,aku disamping kanannya. Ibu meraihku dan Delisa kedalam pelukannya.

"Del,kamu boleh tinggal selamanya disini,tante yakin Elma akan senang."

Aku tersenyum,meraih tangan Delisa yang memeluk perut ibu. Aku masih ingat bagaimana rapuhnya Delisa saat ayahnya meninggal. Dia tidak banyak menangis,sesegukan,atau meraung-raung. Delisa hanya menitikkan air matanya sebentar,namun setelahnya kutemukan Delisa banyak melamun.

Delisa mengurung diri didalam kamarnya yang gelap,menolak untuk kutemani,ia hanya menekan tuts piano dan bernyanyi pelan dengan nada yang menyedihkan. Delisa bilang,itu lagu kesukaan ayahnya.

Kemudian tidak lama setelah itu,ibunya mengenalkan laki-laki sebagai kekasihnya. Membuat Delisa semakin terluka,Delisa memang tidak mengatakannya,tapi kurasa perasaannya begitu. Itu juga alasan mengapa Delisa lebih sering tinggal dirumahku. Tidak masalah,aku menyukai itu. Sulit sekali mengembalikan Delisa yang ceria,namun kini dia kembali,setelah melewati hari buruknya.

Aku mengeratkan pelukan pada ibu. Kurasakan bendungan airmata yang kutahan perlahan pecah saat kudengar isak tangis Delisa. Delisa-ku yang malang.

"Tinggalah disini lebih lama. Aku tidak akan mengusirmu." Ucapku serak,menahan isakan. Delisa menganggukkan kepalanya.

"Aku akan mengontrak disini." jawabnya pelan sambil menangis. Aku memukul lengannya pelan.

"Tidak perlu." Ucapku.

"Kamu tinggal disini,temani Elma. Jadi anak tante dan Om,oke?"

Delisa mengangguk lagi.

"Tapi,yang perlu Delisa ingat hanya satu. Seburuk apapun,semenyakitkan apapun efek dari yang dilakukan ibumu,dia tetap seorang ibu bagi Delisa."

Untuk Sebuah NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang