Blindness Congenital,kebutaan yang dibawa sejak seseorang dilahirkan.
Satu nama penyakit, yang seakan memupus harapanku untuk dapat melihat setitik cahaya. Mataku terlihat seperti biasa,seperti mata yang dimiliki orang lain. Hanya saja,mataku tidak dapat menangkap sesuatu,hanya gelap dan hitam.
Tidak ada cara lain untuk menyembuhkannya,hanya donor mata. Tapi mengingat kondisi saat ini,dimana ada sekitar 20% orang yang bernasib sama sepertiku,berebut untuk mendapatkan donor,membuat pendonor sulit didapatkan. Sangat terbatas.
Aku masih ingat,beberapa tahun lalu,saat ibu berteriak keras pada seseorang, berebut untuk mendapatkan pendonor yang hanya ada satu. Aku mendengar ibu menjerit,berteriak dan menangis berusaha mendapatkan pendonor itu untukku. Aku hanya diam.
Hingga pada akhirnya orang tersebut mendapatkannya. Hanya karena uang kami yang tidak cukup untuk bersaing dengan orang itu. Kukatakan,
"Tidak apa-apa ibu. Mungkin memang bukan untukku. Tidak apa-apa,asal ibu dan ayah selalu ada untukku,menuntunku berjalan,menceritakan padaku bagaimana keadaan dunia. Aku akan senang."
Ibu memelukku,mencium keningku disela isak tangisnya. Mengatakan betapa ia bangga dengan keikhlasan yang kutunjukkan. Bukan,bukan ikhlas. Aku hanya berusaha menerima kenyataan, menekankan bahwa inilah keadaannya.
Hatiku terluka. Aku menangis. Bukan ini yang aku inginkan untuk kehidupan. Bukan ini. Hanya saja,aku sudah terlalu bisu untuk mengungkapkan betapa hatiku terluka dengan kondisi ini. Aku sudah terlalu bisu untuk mengungkapkan betapa aku membenci ini. Dan yang dapat kulakukan,hanya diam.
Tidak,aku tidak ikhlas. Maksudku, bagaimana bisa seseorang begitu lapang menerima kondisi yang bahkan,untuk melihat satu titik cahaya terang bernama matahari saja,tidak bisa. Sedangkan di dunia ini,ada begitu banyak hal yang indah dipandang mata.
Tapi biarlah,jika Tuhan mengizinkan, suatu hari,entah kapan, akan ada jalan untuk menuntunku menemukan titik terang. Satu titik,meski tidak melalui mataku,mungkin melalui hatiku. Aku percaya itu. Jadi,biarlah harapku diselesaikan takdir.
Kini aku tengah duduk diatas kursi dihadapan cermin dikamarku,posisi yang sama seperti beberapa waktu lalu,saat aku duduk dengan ibu yang menyisir rambutku,sambil menceritakan kisah hidupnya,
"Nak,dunia begitu keras untuk ibu. Saat kecil,tinggal diperkampungan,membantu para petani panen kentang untuk mendapatkan upah. Membantu memeras susu sapi,hanya untuk uang.
Saat remaja,ibu harus menjual gorengan untuk membantu nenek membayar biaya sekolah. Sedangkan kakek,ia banting tulang menjadi seorang buruh pabrik hanya untuk memberikan ibu kehidupan.
Hingga saat ibu beranjak dewasa,Tuhan mempertemukan ibu dengan ayah. Seorang pria dengan hati mulia,yang mencintai ibu dengan ketulusan. Mengisi setiap kekosongan dalam diri ibu,menciptakan ruang bahagia dalam sebuah pernikahan.
Dan kamu hadir,melengkapi bahagia ibu sebagai seorang istri. Seorang anak yang akan memanggil ibu dengan sebutan "ibu", memanggil ayahmu dengan sebutan "ayah". Bahagia ibu tiada terbatas,nak. Ibu mencintai ayah,karena ia menerimamu. Mencintaimu seperti ia mencintai ibu.
Kamu dilahirkan sebagai bayi yang lucu, tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik jelita. Meski ada yang kurang,meski ada yang tak sempurna pada dirimu,bagaimana bisa ibu tidak mencintaimu? Kamu pernah hidup didalam rahim ibu. Mengalirkan darah yang sama. Membawa kebahagiaan dalam kehidupan ibu dan ayah.
Nak,kurangmu menjadi pukulan telak bagi ibu. Bukan karena ibu tidak menerima, ibu hanya tidak ingin kamu merasa terluka. Kamu,adalah sebagian dari tubuh ibu, kehidupan ibu dan ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Sebuah Nama
RomanceDulu, kukira aku adalah rapunzel. Karena sama-sama terkurung dalam sebuah menara, ditemani seekor hewan. Yang membedakan aku dan rapunzel adalah,aku ditemani seekor kucing persia,bukan seekor bunglon. Juga,aku tidak memiliki rambut super panjang...