"Selamat natallllllll..."
Delisa berloncat-loncat diatas kasur disampingku. Membuatku yang sedang tidur terbangun sambil menutup telinga. Sungguh,suara cemprengnya membuat telingaku sakit.
"Selamat natallllllll..."
Aku menepuk kakinya yang terus meloncat,membuat Delisa berhenti dan duduk lalu menggoncangkan pundakku.
"Bangunnn dong!"
Aku menepis tangannya.
"Aku tidak merayakan natal,Sa." Ucapku tanpa susah susah menyembunyikan nada kesal.
"Aku juga tidak."
Mataku sempurna terbuka. Delisa juga tidak merayakan natal sepertiku,lalu untuk apa dia berloncat-loncat dan berteriak selamat natal?
"Pindah agama saja kamu!" Ucapku.
Delisa tergelak kemudian ikut berbaring disampingku. kurasa diluar mendung.
"Elma,kapan hujan akan berhenti?"
"Tanya kepada dewi hujan. Jangan padaku!"
"Kamu kadang menyebalkan ya?"
Aku hanya tersenyum kemudian memejamkan mata kembali.
Sudah dua minggu berlalu sejak aku bertemu Gatra. Delisa benar,Gatra akhir-akhir ini sibuk,membuat kami jarang bertemu. Dan membuatku rindu. Meski Gatra masih sering menelponku,aku tetap merasa kehilangan. Tapi apa yang bisa kulakukan?
Gatra berkata,ingin menjadi seorang pemain bola. Namun kedua orang tuanya menentang habis-habisan,kemudian Gatra masuk SMA dijurusan IPA. Saat kutanya kelanjutan sekolahnya,Gatra hanya menjawab akan menjadi dokter saja. Kubilang bagus.
Waktu itu,Gatra mengatakan akan melanjutkan sekolah disini saja. Tidak ingin jauh dari keluarga dan teman-temannya. Aku hanya tersenyum. Karena,entah bagaimana,kami -aku,Gatra,Delisa- bisa menjadi sahabat dekat.
Senyumku semakin merekah saat Delisa mengatakan sepertinya Gatra menyukaiku. Bukan,bukan seperti Gatra menyukai Delisa. Ini sedikit beda,dan itu membuat pompaan jantungku sedikit meningkat kecepatannya.
Tapi aku tidak begitu mudah percaya. Maksudku,begini,meski Delisa bilang Gatra menyukaiku ,aku tidak bisa mempercayai sebelum mendengar Gatra yang mengatakannya. Karena,itu terdengar konyol. Gatra,aku yakin wajahnya lebih dari sekedar tampan,dan bagaimana mungkin ia menyukaiku?
Namun,sedikit banyak perlakuan Gatra membuatku perlahan percaya pada perkataan Delisa. Ini perasaan yang menyenangkan yang pernah kualami. Sesuatu yang,tidak bisa dijelaskan.
"Jielah,senyum-senyum gitu."
senyumku perlahan menghilang,aku tidak sadar telah melamun.
"Usil sekali!"
Delisa tergelak. Suara pintu diketuk membuatku dan Delisa terdiam sejenak.
"Non,sarapan dulu."
Aku bangkit dari tidurku,masih duduk diatas tempat tidur saat aku mengangguk.
"Elma turun sebentar lagi."
Pintu ditutup kembali.
"Pilihkan aku baju ya? sementara aku mandi." Pintaku,Delisa hanya menggumam.
"Rok atau celana?"
Aku diam sejenak,
"Celana saja. Dingin."
Aku turun dari tempat tidur dan berjalan perlahan meraih handuk dan masuk kamar mandi.
20 MENIT kemudian,aku keluar kamar mandi dengan dibalut handuk,rambut basahku menciptakan bulir-bulir air dibahu. Tidak ada Delisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Sebuah Nama
RomanceDulu, kukira aku adalah rapunzel. Karena sama-sama terkurung dalam sebuah menara, ditemani seekor hewan. Yang membedakan aku dan rapunzel adalah,aku ditemani seekor kucing persia,bukan seekor bunglon. Juga,aku tidak memiliki rambut super panjang...