Aku menutup daun pintu dibelakangku dan melangkah untuk keluar dari ruangan bu Tuni,setelah menyerahkan beberapa lukisan yang kusumbangkan untuk acara galang dana yang akan dilaksanakan kurang lebih satu minggu lagi.
Diluar ruangan,aku menemukan Angga bersandar pada tembok dengan ponsel ditangannya. Salah satu kakinya tertekuk ke belakang tembok tempatnya bersandar.
"Kamu tidak ada kelas?"
Angga yang mendengar suaraku memalingkan wajah dari ponselnya,menatapku. Kedua sudut bibirnya tertarik membentuk lengkungan.
"Kelas terakhirku tadi,jam 11."
"Oh.."
Angga menegakkan tubuh,menyimpan ponselnya kedalam saku sweater putih yang dikenakannya.
"Makan siang yuk?"
Aku menatap jam yang melingkar ditanganku.
"Tapi aku harus menjemput Delisa di stasiun jam tiga nanti."
Angga meraih tanganku,melihat jam.
"Baru jam 2." Dia menatap, "Aku belum makan. Sengaja jemput kamu supaya makan sama-sama. Eh,kamu belum makan,kan?"
"Belum."
"Yasudah. Pasta?"
"Aku kira kamu nggak suka itu."
Kami berjalan beriringan menuju tempat dimana mobil milik Angga terparkir.
"Nggak sehat. Tapi sekali-kali boleh deh."
Aku tersenyum, "Kalau pizza?"
Angga menatapku, "Kamu mau pizza?"
Aku mengangguk pelan.
"Kalau begitu,ayo makan pizza."
"Yeayy!!!"
Aku mengeratkan pegangan pada tangan kanan Angga yang kokoh,pegangan yang kali ini terasa berbeda pada tanganku. Kami biasa bergandengan,tapi baru kali ini memasukan rasa didalamnya. Aku rasa telah mencintai Angga,karena hatiku tak lagi menjeritkan nama Gatra setiap malam. Aku bahkan telah lupa, bagaimana rasa menyakitkan itu menikam jantungku setiap detik. Yang kuingat, hanya rasa baruku pada Angga.
Aku menatap wajahnya dari samping saat perlahan Angga menekan gas menjalankan mobil. Dulu,aku tidak dapat menatap wajah kekasihku,aku hanya harus puas dengan meraba bentuknya. Kini,kapanpun aku menginginkannya,aku bisa menatap seseorang yang kucintai.
Aku tidak tahu mengapa harus merasa seperti ini. Tapi sungguh,bersama Angga,aku seperti menemukan sosok Gatra yang hilang. Perasaanku tak lagi kosong,pikiranku tak melulu tentang rasa sakit. Dengan Angga,aku merasa mencintai seperti dulu,saat mencintai Gatra. Mengapa begitu? Aku tidak tahu.
Aku memalingkan wajah dan menatap jalanan diluar jendela. Sepertinya,hujan akan turun sebentar lagi. Hal rutin yang terjadi setiap siang berganti sore. Semoga,bagaimanapun rasanya, aku tidak akan lagi sepi,tidak akan lagi memikirkan bagaimana sakitnya kehilangan seseorang. Karena tidak mungkin sama, mereka orang yang berbeda,kan?
***
Aku menatap mobil Angga yang berlalu dihadapanku,didepan gerbang utama stasiun Tugu Yogyakarta. Dia mengantarku untuk menjemput Delisa,tapi hanya sekedar mengantar karena seseorang menelpon dan mengatakan bahwa Angga perlu datang ke tempatnya sesegera mungkin. Aku tidak apa-apa,Angga bisa menyelesaikan urusannya,aku dan Delisa bisa menaiki taksi untuk sampai ditempatku.
Aku berbalik dan memasuki area stasiun, bertepatan dengan sebuah pesan yang masuk dari Delisa,dia mengatakan akan sampai sekitar lima menit lagi. Aku memutuskan untuk masuk lebih dalam,didekat gerbang keberangkatan yang menyediakan kursi tunggu. Tak sampai lima menit kurasa,saat kereta masuk dan berhenti dihadapanku,kereta yang membawa Delisa dari Jakarta sana.
Aku berdiri dengan celingukan, mencari satu sosok diantara banyaknya orang-orang yang keluar dari dalam kereta. Aku tidak menemukannya,hingga sebuah tepukan dibelakang punggungku mengalihkan pandanganku,
"Mencariku?"
"Delisa!" Aku memeluknya,mengabaikan beberapa lirikan orang-orang yang terkejut oleh teriakanku.
"Kangeeeeeen!!!!!"
Delisa tertawa mendengarku,kemudian pelukan kami terurai,Delisa menatapku.
"Mana Lila?"
Aku menarik kopernya,dan mulai menyeret Delisa untuk keluar dari area stasiun.
"Dia harus stay digedung kursus,ada acara galang dana minggu depan. Dia panitianya."
"Jadi,kamu datang dengan kekasihmu?"
Aku menatapnya,kemudian menggeleng "Tidak."
"Lalu?"
"Tadi dia mengantarku kesini,tapi ada urusan mendadak. Tapi dia bilang akan datang kerumah untuk kenalan denganmu."
Delisa tersenyum, "Oh oke. Aku memang harus tahu laki-laki yang berhasil mengalihkan perhatianmu dari Gatra."
Senyumku perlahan menghilang,setelah tarikan napas pelan,aku membuka suara.
"Kamu bertemu dengannya?"
Delisa menggeleng, "Tidak pernah,bahkan saat aku mengunjungi rumahmu. Ibumu bilang,dia pergi kuliah ke Jogja. Tepat empat bulan setelah kamu pergi ke Jogja."
Aku terdiam.
"Itu yang membuat ibumu khawatir dan memintamu kembali ke Jakarta. Karena Gatra,disini. Kamu beruntung saja tidak bertemu dengannya."
Kami sampai dipinggir jalan raya,menunggu taksi yang datang.
"Aku tidak tahu wajahnya. Aku tidak pernah bertemu dengannya,atau aku tidak menyadarinya?"
Delisa diam sejenak, "Iya ya, Ah,tapi,tidak mungkin kalau kalian pernah bertemu. Gatra tidak mungkin tidak menyapa kalau bertemu denganmu. Yogyakarta Luas,shay,kalian mungkin berada di ujung yang berbeda."
"Mungkin saja."
"Taksi!"
Delisa melambaikan tangan,kami masuk bergiliran setelah membiarkan supir taksi memasukkan koper milik Delisa.
"Bagaimana kabar Aima?"
"Empat hari yang lalu,dia baik. Aku bertemu dengannya di supermarket." Delisa mengangkat bahu, "Kurasa dia sudah move on,karena disampingnya ada seorang laki-laki. Kalaupun kamu dan Gatra kembali,Aima mungkin tidak akan keberatan."
Aku tertawa ringan, "Aima mungkin tidak keberatan,tapi Angga jelas tidak akan terima."
Delisa menepuk jidatnya, "Aku lupa!"
Setelah tawa ringan,aku berbalik menatap keluar jendela. Perlahan,bayangan bahwa Gatra datang untuk menyusulku menyeruak. Tapi,Ah, mana mungkin? Bahkan sampai saat ini,sekalipun aku tidak pernah mendapatkan kabar soal itu,tidak pernah mendapatkan sapaan dari seseorang yang mengatakan bahwa dirinya adalah Gatra. Sudah tahun keberapa ini? Jika iya Gatra mencariku,dia tidak akan menunggu hingga dua tahun untuk menyapaku,ya,kan?
Aku menggelengkan kepala perlahan, menghilangkan bayangan-bayangan tidak masuk akal dikepalaku. Mengapa aku harus ambil pusing? Angga denganku saat ini. Aku tidak akan memikirkan seseorang yang bahkan tidak mencintaiku.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Sebuah Nama
RomantikDulu, kukira aku adalah rapunzel. Karena sama-sama terkurung dalam sebuah menara, ditemani seekor hewan. Yang membedakan aku dan rapunzel adalah,aku ditemani seekor kucing persia,bukan seekor bunglon. Juga,aku tidak memiliki rambut super panjang...