9 Januari. Semua siswa telah kembali memasuki sekolah,disemester yang baru. Aku menemui Gatra jam tujuh pagi tadi,Gatra bilang sekolah tak akan lama, hanya akan mencatat jadwal baru semester ini. Pulang nanti,Gatra akan menemuiku. Aku senang.
Aku sendiri belum mulai belajar,saat kutelpon tante Laluna,beliau kata dua hari lagi aku akan mulai belajar kembali. Berarti dua hari ini aku akan kesepian,Gatra sekolah,Delisa juga. Aku akan diam membosankan menunggu mereka pulang atau libur.
Aku berguling di kasurku saat ibu memasuki kamar dengan membawa tirai baru yang bersih,bermaksud mengganti yang sudah kotor. Aku mengubah posisi menjadi duduk,mematikan music box yang sedang menyala.
"El,kita ke rumah Delisa." Ucap ibu sambil sibuk mengganti tirai.
"Ada apa memangnya?"
"Baju pesanannya sudah jadi,mau ibu antar sekalian. Tapi kita ke butik dulu."
"Oh. Tapi Elma belum mandi."
"Yaudah mandi dulu,biar ibu yang siapkan baju." Ucap ibu lagi. Aku mengangguk lalu turun dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi.
****
"Pak joko,ke butik dulu." Ucap ibu pada pak joko,supir pribadi ibu. Yang setia mengantar ibu kesana kemari.
"Iya bu."
Aku hanya diam. Mungkin saat ini Delisa sedang begitu sedih,bagaimana tidak, ibunya akan menikah lagi dalam waktu dekat,meski telah beberapa kali Delisa mengucap ketidaksetujuannya, pada akhirnya pernikahan itu tetap terjadi. Menurut Delisa,tidak ada yang dapat mengganti sosok ayahnya dihati, kehadiran calon suami ibunya,itu hanya sebagai orang asing. Delisa tidak akan bisa menerimanya sebagai ayah. Tapi ibunya, mengapa begitu mudah melupakan ayah dan mendapat pengganti?
Aku menyandarkan kepalaku pada jok mobil. Mungkin seperti itulah perasaanku jika itu terjadi pada keluargaku. Tapi,amit-amit aku tidak ingin itu terjadi. Saat ini, yang harus kulakukan hanya meyakinkan Delisa untuk selalu kuat,bahwa disampingnya,masih ada aku dan yang lain,yang menyayanginya.
Mobil berhenti didepan butik ibu,aku tidak perlu turun karena ibu hanya membawa bajunya.
"Bapak.."
Aku mengerutkan dahi,pak joko menggumam apa? Aku menggeser dudukku kedepan sedikit,lebih mendekat pada pak joko.
"Ada apa,pak?"
"Eh,neng,ng-ngak kok."
"Beneran?"
"Iya neng,gak ada apa-apa. Hehe."
Aku memundurkan dudukku lagi, bersamaan dengan ibu yang datang dengan membawa jinjingan.
"Langsung pak."
Mobil berjalan perlahan meninggalkan butik ibu. Disampingku,ibu sibuk memeriksa pakaian yang akan diserahkan pada sang pemilik. Beberapa minggu lalu,aku sudah melakukan fitting baju bersama Delisa untuk pernikahan ibunya, dibutik ibuku.
Aku turun saat mobil sudah berhenti didepan rumah Delisa,ibu menggenggam tanganku untuk berjalan bersama. Saat aku dan ibu hampir mencapai pintu,kudengar teriakan didalam sana, yang otomatis membuat langkah kami memelan.
"SUDAH IBU BILANG,KAMU HANYA PERLU DIAM!"
Aku dan ibu berhenti. Itu teriakan ibu Delisa.
"TERSERAH! IBU HANYA INGIN MELAKUKAN APA YANG IBU MAU LAKUKAN,BUKAN? TIDAK PEDULI AKU!!"
Itu Delisa. Dia tidak pergi sekolah. Aku mulai khawatir,aku menarik tangan ibu untuk masuk tapi ibu masih diam,hingga pintu dibuka dari dalam oleh ibu Delisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Sebuah Nama
RomantizmDulu, kukira aku adalah rapunzel. Karena sama-sama terkurung dalam sebuah menara, ditemani seekor hewan. Yang membedakan aku dan rapunzel adalah,aku ditemani seekor kucing persia,bukan seekor bunglon. Juga,aku tidak memiliki rambut super panjang...