Aku berjalan dengan tanganku yang meraba tembok,satu persatu menuruni anak tangga hingga sampai di lantai bawah rumah. Aku masih tetap berjalan,kali ini dengan meraba ruang kosong disekelilingku,mencoba mencari sesuatu yang mungkin saja dapat kupegang agar aku tidak terjatuh. Disekelilingku gelap,aku tidak dapat menatap apapun,tidak ada cahaya,walau hanya satu titik. Aku kesulitan berjalan tanpa menendang,atau menyenggol barang-barang di sekitarku.
Langkahku terhenti,terasa sesak oleh gelap,aku menyentuh dadaku. Aku harus kemana? Kurasakan keringat turun dipunggung,di pelipis,hingga seluruh tubuhku. Beberapa menit kemudian aku kembali melangkah,namun kaki kananku menginjak sesuatu yang membuatku limbung,tersungkur ke arah depan dan menghantam lantai.
Bugh!
Aku sesak,aku sesak. Dengan sekuat tenaga,aku berusaha mengeluarkan suara untuk memanggil seseorang,memintanya agar segera datang dan menolongku. Aku takut,sangat gelap. Namun suaraku seperti tertelan rasa takut,aku kehilangan suaraku. Kedua tangan telah terkepal,menciptakan rasa sakit dari tekanan kuku jariku. Bagaimana ini?
"GATRA!!!!!!"
Suaraku keluar.
"GATRA TOLONG!"
napasku memburu,aku kepanasan sekarang, tapi gelap tak kunjung pergi.
"GATRAAAAAA TOLONGGGG!!!!!!"
Dan aku melihat setitik cahaya dihadapanku, cahaya yang dipancarkan sebuah senter kecil. Aku melambai, mencoba membuatnya menyadari keberadaanku.
"Elma? Kamu,kah disana?"
Aku merasakan kedua mataku basah,aku menghapusnya dengan kasar,lalu mengangguk. "Ini aku. Tolong,Gatra. Aku takut."
"Elma?"
"GATRA!"
"Elma? Aku tidak mendengarmu. Katakanlah sesuatu!"
Aku menggeser dudukku, "GATRA!"
"Tidak ada siapa-siapa disana. Kita bisa pergi sekarang!"
Tidak. Aku disini. Aku berusaha untuk bangun, tapi kedua kakiku tak bisa kugerakkan, ada sesuatu yang menindihnya,yang membuatnya sulit bergerak. Aku mati rasa!
"GATRA,tidak. Aku disini,tolong aku. Jangan pergi."
Namun cahaya itu perlahan menjauh,dan hilang. Tak menyisakan apapun kecuali rasa sakit yang mendera didalam dadaku. Tidak,jangan pergi..
DEGHHH!!
Aku tersentak oleh rasa kaget luar biasa dan menemukan diriku terbaring di atas sofa ruang tamu. Keringat membasahi wajah, juga blouse yang kupakai. Aku menatap jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh malam. Aku teringat, bahwa aku tertidur sepulang mengantarkan Delisa ke stasiun sore tadi,dan yang tadi itu, pasti mimpi.
Aku menarik tubuhku untuk duduk, berusaha menenangkan debaran jantungku yang menggila. Disini memang gelap,namun tidak seluruhnya,karena cahaya dari luar masuk melalui jendela yang belum kututup tirainya. Aku berdiri dan berjalan untuk menyalakan lampu dan menutup tirai,tapi seseorang yang baru saja sampai dan turun dari mobilnya membuatku berhenti bergerak.
Mataku menatap Angga lurus, mengingat mengapa bukan namanya yang kusebut dalam mimpi tadi. Mengapa aku memanggil Gatra dan memintanya menolongku,mengapa bukan Angga.
Tok tok tok..
"Elma?"
Aku menggeleng dan bergerak ke arah pintu, membuka kunci dan menarik handle, tersenyum saat mata kami bertatapan.
"Kamu sedang tidur?"
Aku mundur melebarkan daun pintu, meminta Angga untuk masuk.
"Baru bangun. Kamu duduk saja,aku akan ganti baju."
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Sebuah Nama
RomanceDulu, kukira aku adalah rapunzel. Karena sama-sama terkurung dalam sebuah menara, ditemani seekor hewan. Yang membedakan aku dan rapunzel adalah,aku ditemani seekor kucing persia,bukan seekor bunglon. Juga,aku tidak memiliki rambut super panjang...