"Elma!?..."
Aku mengusap pipi, lalu berdiri dengan perlahan. Kutatap wajahnya yang keheranan,dan sedikit terkejut. Seperti dirinya, akupun merasa terkejut,karena tidak menyangka dia ada disini.
"Kamu.. kenapa.. ada disini?" Tanyanya, dengan senyum yang terkesan dipaksakan. Aku hanya diam menatapnya,lebih karena aku tidak tahu harus mengucapkan apa. Aku menunduk, menatap kedua kakiku yang tebalut sandal rumah berbulu berbentuk kelinci.
"Elmaa.. maaf,aku-"
"Kenapa kamu ada disini?" Ucapku, masih terus menatap kedua kaki. "Ini rumah Gatra seingatku. Aku tidak mungkin salah menghitung,kan?"
"Menghitung,apa?"
"Jangan berpura-pura."
"Elma,aku-"
"Ezra?" Aku mengangkat wajah, menatap Ezra yang mulai cemas, "kenapa kamu ada disini? Apa kamu mengenal Gatra?"
"Aku hanya lewat!"
"Kamu keluar dari rumah ini!" Tunjukku pada rumah besar dihadapanku,yang dipunggungi Ezra.
"Elma,aku harus bekerja. Kita bisa bicara nanti saat aku pulang."
Aku menahan lengan Ezra yang hendak berlalu dari hadapanku, membuatnya kembali menatapku dengan pandangan memohon.
"Jangan bohong padaku. Bukankah kita berteman? Sudah cukup lama untuk saling jujur,kan? Jadi, jawab aku."
Ezra menarik napas panjang, dan menatapku.
"Elma.. aku-"
"Lho Ez? Belum berangkat,sayang?"
Aku berbalik,menatap gerbang besi yang kembali didorong, memunculkan seorang wanita dewasa dengan gaun anggunnya.
"Siapa ini? Cantik sekali...."
Aku melepas tanganku pada lengan Ezra, tersenyum kecil pada perempuan yang kini menghampiri kami.
"Ezra? Ini siapa,nak?"
"Ini.. Elma."
"Elma!? Astaga!" Ia menutup mulutnya,kemudian tersenyum manis,menempelkan pipinya pada pipiku, "Kita dulu sering bertemu. Dulu kamu- ah,kamu sudah bisa melihat? Kamu cantik sekali,yaAmpun!"
Aku diam. Aku sering bertemu dengannya?
"Kamu lupa suara tante? Ini tante, ibu Gatra! Ibu Ezra juga!"
Degh.
Sesak tiba-tiba membuatku kehilangan kendali, aku mundur beberapa langkah, Ezra menahanku.
"Elma, kamu tidak apa-apa?"
Aku menatap Ezra yang menatapku dengan tatapan permintaan maaf, "Kamu dan Gatra? Benarkah?"
"Elma, maaf.."
Aku masih menatap Ezra, "Ez, kamu.. apa ini? Aku bingung."
"Elma,sayang? Kamu baik-baik saja,kan?"
Aku beralih menatap perempuan itu, kemudian Ezra, memang mirip! Pantas saja, bertahun-tahun lalu, saat pertama kali aku mengenal Ezra, ada sesuatu yang tak asing. Itu karena Ezra kakak dari laki-laki yang kucintai.
"Saya harus pergi,tante. Permisi."
Dengan mata yang memburam, dengan sesak yang mendera,aku berlari kencang, menembus angin untuk sampai dikamarku. Untuk kemudian berbaring membenamkan wajah.
Ezra pembohong!!
**
Aku berbaring menatap langit-langit kamarku,menatap satu persatu taburan bintang yang ditempel dengan sengaja disana. Aku berusaha menghitungnya,namun kembali buyar saat hitunganku baru sampai sepuluh.
Kata-kata Ezra siang tadi,setelah berusaha dengan keras untuk bicara denganku,sampai menghubungi Delisa untuk membantunya,terus membuat pikiranku berputar. Tentang mengapa,bagaimana, kenapa, Ezra menyembunyikannya dariku. Bahkan yang tidak kusangka adalah Delisa dan Aima sama-sama menyembunyikannya. Mereka tahu, tapi tidak mengatakannya padaku.
"Itu karena Ezra,Aima dan aku tidak ingin membuatmu menjauh. Terutama Ezra. Dia menyayangi kamu, kita sahabatan, dan dia tahu bahwa kamu akan menjauh jika mengetahuinya,El."
Aku tidak bisa membenarkan itu, apapun alasannya kebohongan tetaplah kebohongan. Mereka tidak bisa membodohiku sebegini lamanya. Apalah arti pertemanan jika kejujuran bukan landasannya?
Dan yang membuat hatiku terluka sangat dalam adalah,kenyataan bahwa Ezra mengatakannya pada Gatra, bahwa aku, berada di Yogyakarta.
"Aku mengatakannya. Maaf,Elma. Karena dia benar-benar menyesal dan ingin kembali. Sejak kamu pergi, dia juga pergi,menyusulmu."
"Apa dia sudah pernah bertemu denganku?"
"Aku tidak tahu. Gatra tidak pernah mengatakan apapun padaku, saat pulang lima hari yang lalu, saat kutanya, dia hanya mengatakan bahwa dia akan menemuimu jika sudah-"
"Dia menemuiku dengan sembunyi-sembunyi?"
"Elma, kamu tidak tahu wajahnya. Mungkin itu alasan mengapa kamu tidak mengetahui apakah dia menemuimu atau tidak. Sedangkan mendapatkan informasi dari Gatra adalah hal yang tidak mungkin. Dia bungkam!"
Ezra benar. Aku tidak pernah melihat wajah Gatra. Mungkin saja aku pernah bertemu dengannya, mungkin saja aku pernah bettemu dengannya, hanya karena aku tidak pernah melihat wajahnya,aku jadi tidak menyadari. Tapi saat Ezra menyodorkan foto Gatra, aku malah memejamkan mata. Menolak melihatnya. Aku tidak tahu. Aku hanya tidak ingin melihatnya. Aku takut,bahwa kenyataan pernah bertemu dengannya membuatku malah ingin bertemu dengannya lagi.
Aku melempar bantal dihadapanku, menarik diri untuk duduk dan mengacak rambutku.
"Aku bisa gila!"
Dengan tergesa,aku berdiri menarik tasku,memasukan bajubajuku untuk kembali pulang ke Jogja. Disana mungkin akan kutemui ketenangan, sesuatu yang mulai menghilang disini. Aku harus pergi sekarang.
Tanpa pamit kepada ibu,tante dan Aima yang sedang pergi, aku menjinjing tasku keluar rumah untuk mencari taksi agar sampai di stasiun. Saat mendorong gerbang besi rumah ibu, aku menemukan Ezra dan Delisa sedang berdiri berhadapan, tampaknya mereka tengah membicarakan sesuatu. Tapi aku tidak peduli, aku melewati keduanya, tapi aku tidak bisa lolos begitu saja, Ezra menahan lenganku, dibantu Delisa yang menghalangi langkah.
"Kamu mau kemana,El?"
Aku menatapnya dengan marah, "Minggir!"
"Elma. Kamu gak bisa pergi!"
Aku tertawa getir, "Memangnya kenapa? Aku tidak menyusahkanmu!"
"Kenapa kamu semarah ini?"
"Menurutmu!?"
Delisa berdecak. Menyilangkan kedua tangannya di dada,menatapku dengan marah.
"Kamu seperti anak kecil! Kamu marah karna masih mencintai Gatra,kan? Kamu marah karena kamu mengetahui bahwa ada jalan untuk kalian kembali bersama,tapi kita menyembunyikannya? Iya?"
Aku merasakan hatiku terluka. Delisa benar-benar tidak mengenalku.
"Sudah selesai bicaranya? Kalau sudah, biar aku yang bicara sekarang. Kamu benar Delisa,tentang adanya peluang untuk aku dan Gatra kembali kalau saja kalian bicara. Tapi kamu salah tentang perasaanku! Tidak ada cinta lagi untuk Gatra. Dia sudah pergi,membawa cintaku, tidak ada lagi yang tersisa. Hanya sepenggal perih yang ditinggalkannya. Aku, sudah tidak ingin mencintainya lagi meskipun ada kesempatan."
Aku kembali meraih tasku yang semula terjatuh, berjalan, namun terhenti lagi, kembali menatap keduanya.
"Dan kamu Ezra, tolong katakan padanya, jangan mencariku. Berhenti kalau seandainya dia mengikutiku disana. Karna kalaupun ada yang ingin kukatakan saat bertemu dengannya, hanya satu, bahwa aku menyesal pernah mencintainya."
Dan aku pergi, meninggalkan keduanya yang berdiri menatapku. Menyerahkan luka hatiku pada semesta. Aku,akan menyerah pada perasaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Sebuah Nama
RomanceDulu, kukira aku adalah rapunzel. Karena sama-sama terkurung dalam sebuah menara, ditemani seekor hewan. Yang membedakan aku dan rapunzel adalah,aku ditemani seekor kucing persia,bukan seekor bunglon. Juga,aku tidak memiliki rambut super panjang...