"Tapi apa?" Tanya Pangeran Dongwei.
"Tapi saya hanya bisa melihat nasibnya yang akan terjadi beberapa hari lagi. Saya tak bisa melihat apa yang terjadi besok dan minggu depan." Ucap Kakek Peramal.
"Bagaimana bisa begitu? Apakah kau membacakan mantra yang salah?" Tanya Pangeran Dongwei.
"Saya membacakan mantra yang benar. Nasib Putri Liuxi seperti sebuah tembok kokoh yang menghalangi siapapun unyuk melihat dalamnya. Saya hanya bisa melihat sebagian kecil yang kemungkinan akan terjadi." Ucap Kakek Peramal.
"Kemungkinan yang akan terjadi? Artinya itu belum pasti terjadi?" Tanya Pangeran Dongwei.
"Ya. Pangeran benar. Putri Liuxi menyukai seseorang. Dia merindukannya. Butuh perjuangan agar Putri Liuxi mendapatkannya. Tapi saat ia baru saja ingin memasuki hati orang itu... nasibnya kurang beruntung." Ucap Kakek Peramal.
"Apa maksudmu tentang nasib yang kurang beruntung?" Tanya Pangeran Dongwei khawatir.
"Maafkan saya jika mengatakan hal ini tapi Putri Liuxi akan meninggal sebentar lagi." Ucap Kakek Peramal.
"Meninggal? Jangan berbohong! Siapa yang bisa melukai adikku? Katakan siapa yang membunuhnya." Ucap Pangeran Dongwei menahan emosi.
"Tidak ada yang membunuhnya." Ucap Kakek Peramal.
"Bagaiman dia bisa mati jika ia tak dibunuh?" Tanya Pangeran Dongwei marah.
"Saya tak bisa melihatnya lebih jauh lagi. Seperti yang saya katakan sesuatu menghalang saya untuk melihat lebih jauh." Ucap Kakek Peramal.
"Trima kasih. Aku harus pergi sekarang." Ucap Pangeran Dongwei lalu pergi.
Yang hanya dipikirkan Pangeran Dongwei adalah menjaga Adik kesayangannya itu. Ia pergi kekamar adiknya. Begitu terkejutnya Pangeran Dongwei mencium bau darah di kamar Putri Liuxi.
Pangeran Dongwei sangat panik sehingga secara tak sengaja membangunkan adiknya yang sedang tertidur pulas.
"Ada apa kakak kemari Dini hari begini? Ini masih terlalu pagi untuk membangunkanku kak." Ucapku.
"Maaf jika aku membangunkanmu. Aku hanya mengecek keadaanmu saja. Baru saja aku menemui peramal dan ia meramalkan bahwa kau akan meninggal sebentar lagi." Ucap Pangeran Dongwei sedikit menangis.
Sepertinya kematianku sudah dapat dipastikan. Aku hanya bisa memanfaatkan pil Hijau hanya untuk memperpanjang sedikit waktuku. Aku harus memanfaatkan waktuku sebaik baiknya. Aku tak tau apa yang akan terjadi jika aku meninggal. Aku harap kak Dongwei tak begitu sedih. Aku hanya ingin semua berbahagia meskipun bayarannya adalah nyawaku.
"Hahaha omong kosong macam apa itu? Aku akan selalu berada disamping kakak! Itu hanya imajinasi. Jangan dipercaya ya kak. Kakak dapat melihat bahwa kondisiku baik baik saja kan jadi tak usah menangis." Ucapku.
"Ya itu hanya imajinasi. Belum tentu itu benar dan aku tak akan membiarkan Dewa mengambilmu dariku." Ucap Pangeran Dongwei.
"Tentu saja! Aku akan melawan Dewa yang akan mengambil nyawaku itu." Ucapku lalu tersenyum.
Senyuman murni yang kutunjukkan mungkin ini untuk terakhir kalinya menunjukkan senyuman langkahku ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Coldest Emperor
Historical Fiction#7 in Historical Fiction Aku putri dari Kaisar Dinasti Qing. Liuxi,itu namaku. Entah gosip darimana menyebar dan mengatakan bahwa aku itu jelek dan ceroboh. Aku selalu diam. Kaisar menjodohkanku dengan Putra Mahkota Dinasti Han. Aku hanya diam. Dia...