Terbujur dengan lemas, seorang pemuda yang sudah 5 hari tidak menyentuh makanan. Ia bertahan sampai sejauh ini kemungkinan meminum air dari tetesan stalaktit di ruangan save area.
Haruka mencoba sihir penyembuhannya pada tubuh kakaknya, namun sihir itu tidak berpengaruh sama sekali. Karena sihir penyembuhan digunakan untuk menyembuhkan luka sedangkan kakaknya - Yura - tidak memiliki luka fisik yang berarti.
Lucius datang menghampiri dan langsung mengecek keadaan Yura.
"Kakakku tidak memiliki luka fisik maupun luka dalam yang serius, aku sudah memeriksanya," kata Haruka.
Lucius mencoba memeriksa tubuh yang lemas itu. Menempelkan telinganya di dada sang kakak, mendengarkan detak jantungnya, melihat salah satu bola matanya, memegang dahinya, dan ia mengambil kesimpulan.
"Dehidrasi. Haruka, apa kau bawa air?" tanya Lucius.
"Aku tidak bawa, maafkan aku. Aku sungguh bodoh. Karena terlalu semangat, jadi aku melupakan segala hal," ujar Haruka lirih. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan." Lalu Lucius mengambil botol berisikan cairan putih yang ia temukan di tumpukan drop item tadi. "Minum ini saja dulu."
"Tunggu dulu! Itu racun! Kau ingin membunuh kakakku?!"
"Oh, ini racun? Maaf, aku kira jus sirsak." Lucius mengeluarkan botol lain yang berisi poton. "Gunakan ini saja."
Khasiat cairan merah itu memang tidak berpengaruh pada Yura, namun setidaknya potion tetaplah cairan.
Haruka meminumkan potion itu ke mulut kakaknya secara perlahan dan k
Yura meneguknya sedikit demi sedikit.Setelah beberapa saat, Yura membuka matanya dan mecoba untuk duduk. Namun Haruka menghentikannya.
"Tidak apa-apa, aku lebih baik sekarang," kata kakak Haruka.
"Kakaknya Haruka, siapa namamu?" tanya Luicus. Tias - elf teman Haruka sempat menyebutkan nama pemuda ini, tapi ia lupa.
"Yura" jawab kakak Haruka. Walau pandangannya buram, ia bisa melihat pria tampan melihat ke arahnya.
Haruka membantu kakaknya untuk duduk dan bersandar di dinding tanah di belakangnya. Untuk sesaat, Yura menghela nafas penuh syukur karena dirinya sudah terselamatkan.
"Baiklah, Tuan Yura. Bertahanlah sedikit lagi." Lucius melepas ransel besarnya di dekat Yura, lalu mengambil pisau hitamnya dan segera menghampiri tuannya.
Ada pedang dan busur panah di sana, namun Lucius lebih nyaman menggunakan pisau. Mungkin kerena ia sudah terbiasa menggunakan jenis senjata itu.
Sesosok yang meluncur dan menghantam lantai gua tadi mencoba berdiri. Dia adalah goblin penyihir yang dilawan Lucius. Dengan luka yang cukup parah itu, ia berjalan pelan menghampiri Jareth. Di sisi lain, Erix dan Lucius telah siap untuk bertarung.
"Kau pun tidak berguna, Gratz," kata Jareth menatap marah bawahannya itu. Gratz hanya diam menampakkan wajah bencinya pada Jareth. "Cih, tidak ada jalan lain."
Jareth menancapkan kedua krisnya ke lantai. Setelah itu, ia memejamkan mata merahnya dan membaca sebuah mantra. Secara perlahan, muncul aura pada kedua kris itu dan aura itu membesar dan menutupi kris itu sendiri. Lalu, bola permata pada gagang kris bersinar sesuai warna aura, ungu di kanan dan hijau di kiri. Sinarnya semakin terang dan semakin besar. Tiba-tiba, menyeruak keluar dua mahkluk besar buncit dari masing-masing kris. Cahaya pada bola permata mulai meredup. Dan Jareth mencabut krisnya dari tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dungeon Hallow
Fantasy~Tamat~ CAPTER 1~46 SUDAH TERBIT [Dungeon Hallow : Datangnya Sang Pahlawan] CAPTER 46~94 SUDAH TERBIT [Dungeoh Hallow II : Pemuja Iblis] CAPTER 95 ~ 145 SUDAH TERBIT [Dungeon Hallow III : Kerajaan Albion] CAPTER 146 ~ 180 SUDAH TERBIT [Dungeon Hallo...