72 : Kuishinbo no Ken

1.5K 151 63
                                    

Erix memejamkan mata karena silaunya cahaya dari katana. Menutup mata serapat mungkin sehingga tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tiba-tiba aroma makanan lezar tercium oleh hidungnya dan karena penasaran, ia segera membuka kembali matanya.

Pemuda itu kaget dengan apa yang ia lihat untuk pertama kali. Seharusnya ia berada di ruang dojo di rumah Kakek Mikazuki. Tapi sekarang, ia berada di dalam gubuk sempit berdindingkan anyaman bambu. Terdapat api unggun di tengah gubuk itu membuat suasan terasa lebih hangat. Selain itu, ada pot yang terikat dan menggantung di atas api unggun tadi. Model rumah seperti ini hanya dapat di temui di Jepang, rumah model kuno yang masih digunakan oleh beberapa warga di pedesaan miskin.

Di dalam pot itu, berisi beberapa sayuran direbus dengan air yang sudah mendidih. Aroma dari masakan itu tercium lezat, membuat air liur menggumpal di mulut pemuda itu.

Erix tahu makanan itu, bernama Sukiyaki. Makanan khas Jepang yang terdiri dari irisan daging sapi tipis, daun bawang, tofu, jamur shitake dan jamur shirataki yang direbus dengan bumbu manis dari kecap asin, gula dan sedikit sake. Dengan aroma yang lezat itu, perut Erix mulai keroncongan.

"Mau coba, Nak?" seseorang berkata disebelahnya sambil mengambil irisan daging sapi dengan sumpit di tangannya. Erix sentak kaget, ia meloncat dari tempat ia duduk sekarang, menjauhi seseorang yang tiba-tiba muncul di sebelahnya.

"Si-siapa kau!?" tanya Erix dengan wajah yang masih pucat.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. kau datang tiba-tiba di kediamanku," ujar laki-laki dewasa tersebut.

Erix terdiam. Ia merasa tidak pernah berniat mau datang ke rumah itu sebelumnya.

Pria itu tertawa melihat Erix yang kebingungan. "Aku orang yang ingin kau ajak berdialog. Aku tidak menyangka Akitsu akan membuaka gerbangnya. Kakek tua itu memang keterlaluan," kata orang itu seraya menyantap daging sapinya yang masih hangat.

Sosok urakan mungkin kata yang cocok untuk menggambarkan pria itu. Dengan rambut panjang tak terurus serta kumis dan janggut yang dibiarkan tumbuh lebat, ia terlihat seperti gelandangan. Ia memakai yukata berwarna putih yang terlihat sangat lusuh.

"Di mana ini?" tanya Erix lagi, ia mulai sedikit tenang.

"Rumahku, tidak, ini di dalam diriku? Aku rasa itu juga bukan. Oh, ini di dalam katana," jawab orang itu.

Erix tercengan dengan jawaban barusan. "Ha? Di dalam katana? Lalu, kau siapa?"

"Tadi sudah aku bilang, aku ini orang yang ingin kau ajak berdialog." Pria itu mengambil jamur shitake lalu meniup-niupnya dan melahapnya.

"Namamu?"

Sambil mengunyah, orang itu menatap langit-langit sambil mengingat-ngingat kembali kenangannya. "Saat ini, dunia memanggilku Kuishinbo no Ken."

Sekali lagi Erix tercengang. "Kau ... Kuishin!?"

"Ya, benar. Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku?"

"Baiklah, yang pertama. Kakek Mikazuki bilang kalau kau adalah senjata yang hidup. Kenapa bisa demikian?"

Kuishin merapikan susunan kayu bakar untuk membuat bara api yang merata sehingga panas pada pot pun tetap terjaga. "Sebenarnya ini adalah pengetahuan mendasar dalam memilih senjata, tapi karena kau datang dari dunia lain, aku akan menjelaskannya padamu. Senjata dapat hidup jika penempa menambahkan core ke dalam daftar bahan untuk pembuatan senjata tersebut. Dengan adanya core, senjata tersebut memiliki unsur sihirnya sendiri. Di saat energi pemilik dan energi senjata menyatu, maka akan tercipta serangan yang dahsyat. Tapi aku sedikit berbeda dengan senjata yang menggunakan core."

"Berbeda?"

"Ya, aku tercipta bukan dari core. Tapi dari serpihan tubuh dari dewa."

"DEWA!?"


_________________________

Kelanjutannya bisa baca di buku ya ^^

Kelanjutannya bisa baca di buku ya ^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dungeon HallowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang