Matahari di hari senin kali ini sangat tidak bersahabat dengan murid-murid SMA Taruna, panasnya begitu menusuk dikulit para peserta upacara yang tak henti-hentinya mengeluh.
"Hey, diam kalian. Gak denger orang didepan lagi baca undang-undang?" tegur Bu Endang, yang memang terkenal galaknya. Murid-murid yang mengeluh tadi langsung terdiam saat suara Bu Endang terdengar.
Alena berusaha menahan pegal dan panasnya matahari yang memang berpapasan dengan wajahnya. Iya, Alena berbaris paling depan. Sebab tidak ada yang mau diposisi itu dan Bu Endang sudah keburu marah-marah, jadilah Alena mengalah. Dan disampingnya ada Pandu, yang tetap berdiri tegap. Dibelakang Alena ada Helena, cewek itu terus saja mengeluh kepanasan dan pegal, dia pikir hanya dia saja yang rasakan. Lalu Rana, ada di UKS, katanya perutnya sakit. Padahal Alena tahu, Rana hanya pura-pura.
"Panas, njir!" keluh Helena lagi. Topinya ia lepas dan dia gunakan untuk mengipas wajahnya.
"Hey, kamu! Pake topinya, jangan dibuka-buka, ini masih upacara!"
Helena langsung memakai topinya kembali saat suara Bu Endang terdengar menegur tingkahnya. Cewek itu mulai mengomel-ngomel pelan.
"Dasar guru, tau ngomel aja, mentang-mentang bisa enak-enakan neduh! Dia pikir ini gak panas, apa? Mana pegel lagi, bisa bengkak nih betis gue yang udah kayak Kylie Jenner!"
Alena menghembuskan nafasnya, lalu mengusap keringat yang mulai bercucuran dipelipisnya. "Udah, diem. Ntar kena teguran lagi." kata Alena dengan pelan tapi mampu didengar oleh Helena.
🌸🌸🌸
Setelah itu, amanat kepala sekolah mulai berlangsung yang malah membuat murid-murid semakin mengeluh.
"Apa gue pura-pura pingsan aja, ya?" Helena berbisik pada Alena yang langsung membuat Alena menengok sekilas kebelakang.
"Apaan deh," balas Alena.
"Lo pura-pura pingsan, siapa yang mau angkat?" sahut Pandu. Cowok itu jadi ikut ngobrol sama Alena dan Helena.
"Banyak umat disini, gak mungkin gak ada yang nolongin gue." balas Helena. "Kenapa? Lo pikir gue berharap lo yang nolongin gue? Lo yang ngangkat gue? Iya?"
Pandu memasang ekspresi ingin muntah. "Idih, males banget, badan berat kayak gitu lo pikir gue mau susah-susah ngangkat?"
Alena hanya menghela nafasnya kasar, apa-apaan mereka berdua malah jadi berdebat. Jika kedengeran pasti masalahnya bakal panjang, belum lagi Pandu yang berbaris paling depan. Bisa-bisanya dia dengan santai meladeni Helena.
"Apaan?!" geram Helena, berusaha untuk tidak bersuara keras. "Lo tau darimana gue berat?!"
Pandu mengangkat bahunya. "Keliatan, gak perlu lagi tau darimana."
"Ish! Nyebelin banget sih, gue gak berat ya, timbangan gue cuma 50!"
"Apanya yang gak berat? 50 buat lo itu berapa? 15?"
Helena ingin melayangkan tangannya untuk memukul Pandu, tapi suara kepala sekolah yang terdengar marah membuat Helena menghentikan aksinya dan mulai menghadap kedepan saat dilihatnya juga Pandu melakukan hal yang sama.
"Jangan pernah contohi mereka ini!" kata Kepala Sekolah dengan tegas beserta amarahnya yang tersimpan.
Dari sebelah kanan, datang Gatra, Zidan, Rega dan Firly yang diawasi oleh Pak Hendro guru BP sekolah mereka dari belakang.
Mereka berempat berdiri tepat ditengah lapangan, dihadapan seluruh murid SMA Taruna yang berjumlah seribu lebih.
Pandu memejamkan matanya dan meringis saat melihat keempat sahabatnya itu lagi-lagi tertangkap. Sedangkan Alena mengernyit heran, apa yang sebenarnya terjadi? Dan mengapa ada Gatra?
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena
Teen Fiction(Perfect cover by @pujina) Takdir. Tidak ada siapapun yang dapat mengelak dari takdir, termasuk Alena. Alena, gadis polos yang selalu menghabiskan waktunya dikelas, sibuk dengan novel atau buku pelajaran. Dia bukan cewek-cewek hits yang dikenal oleh...