Alena langsung membalikkan badannya saat kedua orang yang sedari tadi ia tonton itu melihat kearahnya dengan kaget. Bukan Alena ingin seperti disinetron-sinetron ataupun film drama, tapi Alena memang harus pergi darisana. Dia tidak bisa berlama-lama dan berpura-pura seakan dia tidak melihat semuanya.
"Alena!" Suara Gatra yang memanggilnya justru membuat Alena semakin mempercepat langkahnya. Air matanya semakin tidak bisa dicegah untuk terus meluruh membasahi pipinya.
Namun, siapapun tau, laki-laki selalu lebih unggul kekuatannya dibanding perempuan. Termasuk kecepatan.
Gatra berhasil menangkap tangan Alena hingga langkah perempuan itu terhenti.
"Lepasin!" pekik Alena. Dia menarik tangannya dari pegangan Gatra secara kasar. Seperti merasa jijik jika tangannya terlalu lama dalam pegangan cowok dihadapannya.
"Al, denger gue dulu," Gatra berusaha kembali meraih tangan Alena. Namun, lagi-lagi Alena menepisnya dengan kasar.
Alena menatap Gatra dengan penuh rasa kecewa. "Ini? Ini yang kamu bilang aku gak akan tersakiti sendirian? Ini yang bisa kamu jamin? Ini?!"
Gatra membalas tatapan Alena dengan tatapan sendu. "Al, gu--"
"Cukup yah, Gatra! Kamu selalu punya seribu alasan buat kamu jadikan penjelasan ke aku setelah ada aja masalah yang bikin aku harus pergi dari kamu, dan karna seribu alasan kamu itu aku selalu gak jadi pergi. Lucunya, kenapa aku gampang banget termakan sama seribu alasan kamu itu!"
Gatra diam. Disituasi seperti ini, dia kehilangan semua kata per-kata dikepalanya. Kehilangan akal untuk membuat Alena percaya dan memaafkannya, tapi Gatra sadar, untuk yang kali ini, dia memang sudah keterlaluan.
Harusnya, dari awal Gatra menjelaskan semuanya. Harusnya, dari awal Gatra tidak pernah berniat untuk berbohong. Harusnya.. Hah, begitu banyak kata harusnya yang ada dikepala Gatra saat ini.
Alena menghapus air matanya. "Dari awal aku udah bilang sama kamu, aku mau semuanya berakhir. Tapi kamu, kamu minta kesempatan sama aku, dan bodohnya, aku mau! Aku kasih kamu kesempatan yang ujungnya, aku gak dapat apa-apa selain rasa sakit!" pekik Alena. Orang-orang yang berlalu lalang di rumah sakit mulai melihat kearahnya.
"Alena, gue minta maaf.."
Alena tertawa pahit. "Maaf?"
"Al, gue mohon kasih gue kesempatan buat jelasin. Lo harus denger semuanya, biar lo gak salah paham." ucap Gatra memohon. Kedua tangannya memegang pundak Alena.
Alena memundurkan dirinya agar terlepas dari pegangan Gatra dipundaknya. Cewek itu menggeleng.
"Udah, Gat, udah. Aku gak mau lagi, bener-bener gak mau. Kali ini aku serius," Alena menatap Gatra dalam-dalam tepat dimata cowok itu.
Gatra menggeleng takut. "Enggak, Alena. Dengerin gue dulu!"
"Gatra! Aku capek, selama ini dibohongin, selama ini dimainin. Capek, Gat, capek! Kamu ngerti gak, sih?!" Air mata Alena kembali mengalir, begitu banyak, bahkan suara memilukan dari Alena mulai terdengar. Orang-orang kembali melihat aneh kearahnya.
Mata Gatra memanas melihat Alena yang kembali menangis. "Al.."
"Udah! Aku bilang udah, Gatra!" Setelah itu, Alena langsung berlari. Pergi meninggalkan Gatra yang memanggil namanya dengan keras membuat tatapan orang-orang beralih pada Gatra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena
Teen Fiction(Perfect cover by @pujina) Takdir. Tidak ada siapapun yang dapat mengelak dari takdir, termasuk Alena. Alena, gadis polos yang selalu menghabiskan waktunya dikelas, sibuk dengan novel atau buku pelajaran. Dia bukan cewek-cewek hits yang dikenal oleh...