Untuk pertama kalinya, selama hampir tiga tahun Alena sekolah di SMA Taruna, baru hari ini cewek itu merasa tidak ingin sekolah. Masih sangat pagi, murid-murid yang lain sudah menatap Alena dengan pandangan tidak bersahabat, bisikan-bisikan yang menusuk hati pun terus terdengar.
Alena hanya menghela nafasnya pelan dan mempercepat langkahnya agar cepat sampai ke kelas. Karena untuk Alena, hanya kelasnya lah yang bisa menjadi tempat teraman.
"Iya, yang itu, yang sok cantik!"
"Ih, liat deh mukanya, operasi kayaknya,"
"Ganjen banget jadi cewek, deket-deket sama Gatra!"
"Rambut dicokelatin gitu biar apa?!"
"Halah, pendek aja bangga!"
Brak
Alena langsung terkejut begitu sebuah bunyi yang keras terdengar. Bukan hanya Alena, tapi Jenny dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.
Dibelakang Alena, ada Rana. Menatap Jenny beserta temannya dengan pandangan yang berapi-api. Dadanya naik turun pertanda bahwa emosinya sudah diubun-ubun.
Rana berjalan mendekati Jenny dan tanpa basa-basi, tangan Rana melayang menampar pipi Jenny.
"Lo perlu jaga ucapan lo, yah! Lo punya orang tua, kan? Lo diajar menghargai orang lain, kan? Lo punya etika, kan? Lo di sekolahin biar apa? Guru pernah ajar lo yang kayak gini? Lo punya agama, kan? Agama lo perintahnya apa aja? Menjelekkan orang?"
Jenny dan teman-temannya hanya diam. Membiarkan Rana yang kini mengambil ancang-ancang untuk kembali bicara.
"Alena gak pernah sentuh lo sedikit pun, Alena bahkan gak kenal lo itu siapa. Alena gak pernah mau urusin hidup lo buat ini itu, Alena gak mau tau apa yang bakal lo lakuin, Alena gak peduli lo mau deket sama siapa aja, Alena gak pernah ngatur lo buat jalanin hidup yang kayak gimana. Alena juga bodo amat lo sama Gatra mau kayak gimana, Alena sama Gatra gak lebih dari temen deket, lo mau ambil Gatra? Silahkan! Terbuka lebar pintu buat Queen Jenny Reguella!"
Alena berjalan mendekati Rana, kemudian mengelus pundak sahabatnya itu pelan. "Na, udah."
Murid-murid yang sedang menonton aksi mereka itu hanya diam tanpa bersuara sedikit pun. Jujur saja, mulai dari saat Rana melemparkan botol aqua yang masih berisi penuh kearah loker, disitu mereka sudah merasa takut pada Rana.
"Lo bilang Alena sok cantik? Cih, Alena emang cantik!" kata Rana lagi masih berlanjut.
"Lo bilang Alena ganjen? Plis, lo perlu gue beliin kaca?"
"Lo bilang rambut Alena apa?" Rana memegang rambut Alena yang terurai. "Dicokelatin? Haduh, ini alami. Gak kayak kalian yang diwarna-warnain!"
"Ah, lo bilang Alena pendek?" Rana mengangkat bahunya. "Seenggaknya Alena imut."
"Oh iya, satu yang bener-bener ganggu telinga gue, muka Alena operasi?" Rana tertawa sebentar. "Kalo lo pada ngerasa Alena operasi, gimana kalo kita tanya dulu, apa kabar sama hidung dan dagunya Jenny?" kemudian Rana tersenyum sinis.
Jenny dan teman-temannya langsung terdiam, tubuh mereka menegang. Murid-murid yang lain pun langsung berbisik-bisik. Bahkan Alena sempat kaget dan menatap Rana dari samping. Dilihatnya Rana yang tersenyum penuh kemenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena
Teen Fiction(Perfect cover by @pujina) Takdir. Tidak ada siapapun yang dapat mengelak dari takdir, termasuk Alena. Alena, gadis polos yang selalu menghabiskan waktunya dikelas, sibuk dengan novel atau buku pelajaran. Dia bukan cewek-cewek hits yang dikenal oleh...