Alena menghela nafasnya entah untuk yang keberapa kalinya sejak ia ditinggali sendirian untuk menjaga Kinan. Rana, cewek itu bilang ingin mencari angin, tapi sampai sekarang belum juga kembali.
Alena masih memandang Kinan yang masih terus memejamkan mata. Sedari ia datang tadi, cewek itu sama sekali tidak membuka matanya bahkan hanya untuk beberapa detik pun.
"Ki, kamu gak mau bangun? Lusa udah hari operasi kamu, harusnya kamu bangun untuk mempersiapkan diri."
Tangan Alena terangkat, memegang tangan Kinan dengan pelan dan lembut. Kedua sudut bibirnya pun juga ikut terangkat saat melihat wajah Kinan yang nampak begitu tenang.
"Kamu pasti seneng ya, Ki? Ada orang yang mau kasih ginjal buat kamu. Habis ini, kamu pasti sehat. Kamu bisa normal sama kayak anak-anak yang lain, gak perlu keluar masuk rumah sakit lagi."
Tidak sadar, air mata Alena perlahan mengalir. Membasahi pipinya yang selalu ia poleskan bedak bayi.
Sebuah tangan yang memegang pundaknya, berhasil membuat Alena tersadar dan dengan segera menghapus air matanya.
"Gatra," kata Alena. Suaranya sangat pelan.
"Kenapa? Kok nangis?"
Alena tersenyum tipis lalu menggeleng. "Gapapa, kok."
Gatra diam sebentar, kemudian dia mengelus rambut Alena dengan lembut. "Yaudah. Pulang, gih, Rana tungguin lo didepan."
Alena mengangguk dan mulai bangkit dari posisinya. "Temen-temen kamu?"
"Bentar lagi paling nyampe,"
"Yaudah." Alena tersenyum menatap Gatra. "Aku pulang, ya?"
Gatra mengangguk dan memegang puncak kepala Alena, lalu dia mulai menggerakan tangannya disana, mengacak rambut Alena sambil tersenyum lebar.
🌸🌸🌸
Selesai membersihkan diri, Alena langsung merebahkan dirinya diatas kasur. Memejamkan matanya sebentar untuk merasakan rasa penatnya sepanjang hari ini.
Matanya terbuka, melihat sebuah paper bag yang sengaja ia letakkan diatas kasur. Ditariknya paper bag itu lalu ia mulai mendudukkan dirinya.
Alena tersenyum melihat gaun yang ia beli bersama teman-temannya. Gaun itu memang tidak semewah seperti yang kalian bayangkan. Tapi, Alena benar-benar sangat menyukai gaun itu. Warna hitam, tapi tampak bersinar karena adanya berlian-berlian kecil disana.
"Al, minum obat dulu, sayang."
Suara Nova yang berasal dari pintu membuat Alena mau tak mau harus menengok kesana. Senyumnya terukir lalu dia mengangguk.
"Iya, Bun."
Setelah mendapat jawaban dari Alena, Nova kembali menutup pintu lalu pergi ke kamarnya.
Alena meletakkan paper bag itu dilantai dekat nakas. Kemudian dia beralih membuka laci nakas, mengambil beragam obat-obatan yang dibungkus dengan rapat oleh dokter.
Setelah minum obat, Alena mulai berbaring kembali, menyelimuti dirinya dan memeluk boneka stitch yang lumayan besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena
Teen Fiction(Perfect cover by @pujina) Takdir. Tidak ada siapapun yang dapat mengelak dari takdir, termasuk Alena. Alena, gadis polos yang selalu menghabiskan waktunya dikelas, sibuk dengan novel atau buku pelajaran. Dia bukan cewek-cewek hits yang dikenal oleh...