14 :: Teka-Teki
"Rasanya capek banget. Capek raga, capek batin, apalagi capek hati gara-gara gebetan ngga peka mulu." - Dari Levin buat dia, cewek yang ngga pekaan.
"Masa iya selama ini gue ngga peka?" - Princessa Natalie.
"Ada rasa hampa ketika menyadari ada rasa yang membuncah ketika melihat dia dengan terang-terangnya mengabaikan hadirnya gue." - Catatan Author buat dia.
F E E L R E A L
Capek. Rasa itu yang sedang melanda batin Levin saat ini. Bahkan suara bel yang berdering nyaring di abaikannya begitu saja. Cowok itu tengah memejamkan matanya dengan wajah yang di telungkupkan di lipatan tangannya yang berada di atas meja.
Rasanya Levin pengen gitu bolos sekolah satu minggu aja. Boro-boro satu minggu, setengah hari saja bahaya. Apalagi kalau sampai di panggil ke ruangannya Bu Trisni. Heuh, harus siap sedia menyertakan alasan yang panjang, rinci, detail dan penuh wajah melas. Iya intinya begitu. Itu saja sudah pasti di hukum nantinya.
Memar yang berada di punggung itu enggan membuat Levin bangkit dari tempat duduknya. Rasanya malas sekali untuk sekedar membuka mata.
Tuhan, Levin capek rasanya. Levin pengen minta berhenti ke Tuhan, tapi Levin tau rencana Tuhan pasti yang terbaik buat Levin. Levin kan anaknya Bunda yang kuat.
Davin yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Levin lantas mengerutkan alisnya bingung. Tak biasanya Levin yang kelewat hiperaktif begitu menjadi diam begini. Dan soal tempat duduk mereka yang kembali tergabung dalam satu meja sudah menjadi keputusan satu kelas untuk kembali ke habitatnya masing-masing.
Hanya saat pelajaran Biologi saja mereka kembali dengan partner yang dipilihkan oleh Bu Trismi beberapa hari yang lalu. Ya anggap saja membuat guru senang.
Iya simpelnya ya gitu sih.
"Lev, lo kenapa deh? Lesu banget kayak kurang darah gini?" Davin bertanya sembari menepuk belakang kepala Levin. "Sakit lo ya?"
Levin hanya diam saja.
"Gue heran aja gitu. Abis kesambet di daerah mana sih lo, nyet? Seriusan lo ngga biasanya diam gini." Davin masih saja bermonolog dengan Levin yang masih saja menelungkupkan tangannya di atas meja.
Levin mendengus pelan lantas merubah posisi duduknya menjadi duduk dengan bersandar pada dinding di sampingnya. "Capek banget gue, Dav." Cowok itu membalas dengan suara lirihnya. "Ngga tau, ah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Feel Real
Teen FictionFeel Real "Ketika cinta itu hadir." a teenfiction by natchadiary Remaja, pasti erat kaitannya dengan persahabatan dan cinta. Seperti halnya yang dialami oleh Cessa. Dimulai dari hari pertama masa putih abu-abunya yang langsung di hadapkan dengan c...