[17] Caraku Bertahan

1.3K 84 3
                                    

17 :: Caraku Bertahan

"Ini caraku bertahan tanpa aksara dengan senyum yang terpatri." - Levin

"Gue heran sama pikiran gue sendiri yang akhir-akhir ini selalu berporos padanya tanpa jeda." - Dari Princessa untuk Levin.

"Heran. Terlebih saat aksaraku selalu bermuara rindu padanya, walaupun sang tema bukan lagi dia." - Catatan Author.

-Feel Real-

LEVIN melangkahkan kakinya ke dalam rumahnya melewati pintu yang terhubung dengan garasi dengan jejeran mobil mewah yang bernilai wah yang berada di samping rumahnya.

Baru saja langkah kakinya akan membawanya meniti satu persatu anak tangga. Sebuah suara bariton sudah menginterupsinya dan membuat langkahnya menciut.

"LEVIN IVANO ALASTAIR!"

Mendengar namanya di panggil dengan nada kelewat tegas. Levin lantas menolehkan kepalanya. Menggumbar senyumannya sembari melangkahkan kakinya mendekat ke arah sosok laki-laki berbadan tegap dengan setelan jas abu-abu yang membalut tubuhnya.

Di ulurkan tangannya untuk meraih tangan Gerano Alfalastair--ayahnya. Baru akan membungkuk untuk meraih tangan Alfa mendekat, laki-laki berusia empat puluh tahun itu justru menepis tangannya kasar.

Tatapan Alfa benar-benar tajam dan dingin menatap Levin kali itu. Ralat, bahkan setiap hari Alfa menatapnya seperti itu. Apalagi saat Levin melakukan kesalahan begini.

"Maaf, Pa Lev-"

Perkataan Levin menggantung begitu saja di udara. Alfa sudah dulu menyelanya. "Ngga usah sok punya sopan santun di depan Papa seperti itu," decih Alfa. "Keluyuran kemana aja kamu baru pulang?! Hah?!"

Levin tersenyum menanggapi kemarahan Alfa. Dari kecil dia sudah di didik untuk selalu tersenyum, tersenyum walaupun kadang hatinya juga terluka. "Banyak tugas, Pa. Tadi di jalan juga-"

Lagi pertanyaannya di potong oleh Alfa dengan nada sinisnya yang tak terelakan. "Alasan. Kamu kira Papa rela buang-buang uang buat bayarin sekolah kamu buat apa Levin? Buat keluyuran ngga tau waktu gini?!" Di tamparnya pipi Levin. "Kamu itu ngga tau balas budi atau bagaimana? Ha?!"

"Ngga gitu Pa," balasnya seraya menyentuh pipinya yang terasa terbakar akibat tangan Alfa yang mendarat tanpa perasaan. "Levin bahkan ngga pernah diajarin Bun—"

"JANGAN PERNAH SEBUT NAMA BUNDA KAMU DI DEPAN PAPA, LEVIN!" Lagi Alfa mendaratkan tangannya begitu kerasnya pada pipi Levin tanpa rasa belas kasihan sama sekali. "Jangan sebut perempuan jalang itu sebagai Bunda di depan Papa!"

Levin terdiam. Tangannya mengepal kuat mendengar bagaimana Bunda yang begitu disayanginya itu di rendahkan begitu saya oleh Papanya seperti ini. Rasanya puluhan ujung sembilu menancap kuat pada relung hatinya saat itu.

Atas dasar apa Alfa mampu mengatakan Luna seperti itu? Bahkan Ayahnya itu jauh lebih buruk ketimbang Luna. Tapi dia selalu saja menumpahkan kesalahannya pada Luna.

Ini tidak adil.

"Keluyuran ngga tau waktu, kebut-kebutan di jalan. Mau kamu itu apa?!" Alfa kembali membentaknya. "Mau ngikutin jejak Bunda kamu?!"

Feel RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang