[46] Dekapan Sesak

932 68 12
                                    

46 :: Dekapan Sesak

"Aku ingin menyerah. Tapi aku masih ingin berjuang. Sakit, tapi aku tetap bertahan." — Levin Ivano Alastair.

"Gue ingin mengulas bahagia sebentar apa itu begitu sulit ketika sesak begitu erat mendekap gue dalam sepi." — Davin Aksara.

"Hari ini kamu begitu berbeda. Hangat dalam lengkung manis tawa kamu, hangat mengulas tapi dingin menyapa. Aku benci kembali merasakan pelan debaran kecil itu. Rasa yang kian tersimpulkan dibalik topeng tidak peduli." — Natchadiary.

Jangan lupa follow ig @officialnatchadiary kali aja bisa kenalan gitu sama karakter yang lain!

Gimana hari pertama masuk sekolah? Ngga lupa kan? Seru ngga?

Enjoy mereka ya :))

-Feel Real-

LEVIN dengan mudahnya meloncat dari balkon lantai dua rumahnya yang tidak begitu tinggi. Sore hari ini dia sudah ada janji dengan Cessa tadinya.

Sialnya ternyata Alfa sudah pulang duluan. Kampret kuadrat namanya. Papanya itu kelihatan tak ingin sekali membuatnya bahagia. Hash.

Dia tidak mau begitu saja membatalkan janjinya dengan Cessa hanya karenanya Papanya yang satu itu. Makanya dia melakukan hal yang biasa baginya itu. Melompat dari balkon lantai dua rumahnya.

Iya, bukan hanya sekali ini Levin kabur dari rumah begini. Bedanya hanya kali ini masih sore dan kemungkinan Alfa melihat cukup besar.

Tapi dia sudah terlanjur janji dengan Cessa tadi.

Hap! Dengan mudahnya dia mendarat sempurna diatas belaian rumput halaman samping rumahnya. Dengan segera dia lalu menepuk bagian ujung kemeja flanel dan celana jeans yang agak kotor karena posisi jatuhnya barusan.

Segera saja Levin bangkit dari posisinya lalu dengan cepat melangkah ke arah garasi yang tak begitu jauh dari posisinya tadi.

Sudah bersiap diatas motornya, dan baru saja akan menggenakan helm full facenya suara tegas seseorang langsung menghentikan niatannya kali itu. Levin membeku karenanya.

"Pernah Papa didik kamu lompat dari balkon kayak maling gitu, Levin Ivano Alstair?!"

Alfa begitu menatapnya tajam dengan suara tegasnya. Levin hanya mampu menelan salivanya kasar mendengarnya. Mampus, bisa-bisaan sampai ketahuan Papa tersayangnya kali ini. Benar-benar alamat namanya.

"Mau kemana kamu?"

Levin dengan canggungnya meletakan kembali helmnya diatas motornya lalu segera turun dari motor hitam itu dengan sama canggungnya.

Dia hanya enggan makin memicu kemarahan Alfa yang akan memperburuk keadaannya. Tahu sendiri Alfa itu begitu gemar menendang bagian perutnya.

Dulu hal itu seolah tak mengapa, tapi sekarang? Perutnya itu begitu rewel dan manja begitu. Dia hanya takut.

"Mmm—"

Levin belum selesai menjawab, Alfa dengan kasarnya menarik bagian kerah kemeja flanel Levin dan menyeret pemuda itu mengikuti langkah tegapnya yang cepat.

Feel RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang