[32] Memainkan Peran

1.3K 81 0
                                        

32 :: Memainkan Peran

"Gue takut gue bahagia sendirian kalau nyatanya lo bahagia dengan dia." - Davin.

"Gue cuma takut bahagia dia itu hilang ketika gue memilih pergi di saat gue lagi sayang-sayangnya." - Levin.

"Dia selalu ada buat gue dari dulu. Dan buat gue itu lebih dari cukup." - Cessa.

"Memilih mengulangi kembali ataupun memulai semuanya dari awal kadang sama saja. Sama-sama pahit. Anggap saja aku sedang menyesap kopi, pahit memang tapi aku menyukai sensasinya. Aku terbiasa." - Natchadiary

-Feel Real-

PELAJARAN Biologi berjalan dengan lancar memang pagi ini. Masih setia saja dengan keadaan kelas yang ramai dan kadang sulit di kendalikan. Membuat Bu Trisminingsih kadang jengkel sendiri dengan keadaan kelas yang tidak kondusif. Sudah seperti pasar tiban, ramai sekali.

Apalagi dengan sayap kanan kelas yang di isi oleh anak laki-laki kebanyakan-biang onar ramainya kelas semua pula. Benar-benar menyebalkan memang jika di ladeni lebih, ngoceh terus, ngga bakalan berhenti, begitu juga yang di keluhkan oleh guru yang lain.

"Itu yang di pojok belakang kenapa? Makan, Mas?" Kebiasaan Bu Trismi juga memanggil muridnya dengan sebutan 'Mas dan Mbak' begitu.

For your information aja, Bu Trismi itu sudah kayak bu Siti Alwiyah aja diam-diam menghanyutkan. Tapi ngga semenghanyutkan Pak Totok yang berada di deretan paling top kalau bereaksi. Kalem tapi mematikan. Hiperbolis memang, tapi fakta benar hal itu.

Putra yang menjadi dalang di balik ke gaduhan kecil itu mengulas senyumannya. "Ngga kok, Bu. Cuma beresin kulit kuaci aja," ujarnya.

"Beresin atau buang sembarangan kulit kuaci? Orang kelihatan dari sini kalau makan masih aja ngelak kamu itu. Susah benar di bilangin, capek hati saya rasanya sama kamu," balas Bu Trismi.

Tama tertawa kecil mendengarnya. "Hooh, Bu. Yang ngajarin makan kuaci di kelas itu Putra loh, Bu. Saya mah cuma ikutan kepingin aja tadi."

"Iya, Bu. Setannya si Putra, Bu!" Raihan membalas dengan antusiasnya. Namanya juga teman, suka seneng banget lihat temannya sendiri nelangsa di depan guru. Apalagi Raihan itu biangannya comel banget kalau ngadu.

Pradip yang berada di barisan tengah ikut menyahut. "Wah, Bu ngga terima, Bu kalau saya. Hukum aja, Bu. Saya ikhlas kok."

"Iya, Bu!"

Bu Trismi hanya menggelengkan kepalanya pelan, kelas IPA empat itu semakin diladeni semakin jadi ramainya. "Putra kamu pindah ke depan! Pindah ke dekatnya Pradip," ujarnya dengan nada kesalnya.

Anak laki-laki yang berada di sayap kanan kelas dengan kompaknya mendorong-dorong Putra agar pindah tempat duduk ke depan, ke samping Pradip yang berada satu meja di depan guru. "Gue kan siswa yang baik nih jadi ya nurutin guru, ya kan Bu?" Putra dengan percaya dirinya lantas merapikan buku dan pulpennya dan membawanya ke samping tempat duduk Pradip yang kosong.

"Pencitraan, Bu!" Tama menyahut paling keras saat itu.

Resha yang melihat kelakuan teman sekelasnya hanya menggelengkan kepalanya maklum. "Cess, Levin belum berangkat ya?" tanyanya sembari menengok ke arah belakang tempat duduk Cessa yang kosong.

Feel RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang