[38] Kegelisahan

959 68 10
                                    

38 :: Kegelisahan

"Aku rindu kamu yang dulu. Rindu." - Cessa.

"Gue takut, takut membuat orang yang mau peduli sama gue jadi khawatir karena gue. Ngga. Gue ngga mau, gue maunya mereka bahagia aja. Satu kata, bahagia." - Levin.

"Sahabat itu ada untuk melengkapi bukan untuk mengurangi." - Nanda.

"Gue bingung rasanya. Bingung karena hati gue masih tertaut dengan dia disana, tapi dia disini begitu membutuhkannya." - Davin.

"Kamu tau rasanya lihat kamu tertawa dengan dia, dekat dengan dia, berbagi kata dengan dia, dan mengacuhkan hadirku begitu saja? Simpel, rasanya sakit." Natchadiary, catatan author.

Banyakin vomments yuuu, gemes aku sama yang jadi siders hehehehe

-Feel Real-

CESSA baru saja keluar dari rumah Nanda ketika dia melihat Davin melesat begitu cepat menggunakan motornya melewati dia begitu saja. Dia yakin ada hal yang tidak beres mengenai sahabatnya itu.

Tidak biasanya Davin mengacuhkannya begitu saja begini.

"DAVIIINNN!" serunya, tapi percuma saja lagian. Davin tak akan mendengarnya karena cowok itu begitu cepatnya menghilang bersama motor sportnya. "Davin lo kenapa?" ujarnya dengan suara khawatirnya.

Matanya langsung mengarah pada gerbang rumah Davin yang menjulang tinggi tepat di depan rumah Nanda. Mungkin saja ada Agacia di sana yang bisa dia tanyakan mengenai Davin. Cessa hanya optimis saja. Diraihnya ponselnya dan segera menekan sederet angka disana.

"Halo? Ada apa, Cess?" Suara lembut dari seberang sana terdengar walaupun nada suaranya agak bergetar.

Cessa menghela napasnya pelan mendengarkan suara Agacia barusan. "Tante, Cessa mau tanya. Tante tadi Davin bilang mau kemana gitu ngga?" tanyanya dengan nada hati-hatinya.

"Main basket katanya, Cess. Lagi pengen menyendiri. Tapi Tante boleh minta bantuan kamu?"

"Boleh, Tan. Apa aja deh Cessa bantuin." Cessa menganguk sembari tersenyum tipis. "Soal Davin?"

"Iya soal Davin. Tolong buat lihat Davin, Cess. Kamu pasti tau tempat mana yang dimaksud Davin. Tante takut, emosi dia sedang ngga stabil." Agacia terdengar menghela napasnya dari seberang sana. "Tante sayang sama dia, Cess."

Mendengarnya membuat Cessa terdiam sejenak sebelum menjawab. "Tante aku juga mohon sama Tante. Jangan tinggalin Davin lagi, Tan. Aku juga sayang sama dia, aku pengen lihat dia baik-baik saja." Cessa menelan salivanya kasar mengatakan hal itu. "Aku bakalan lihat dia, Tan. Aku tau kok tempatnya. Tante tenang aja."

"Makasih ya kamu mau menyayangi Davin, Cess. Tante tau Davin sangat menyayangi kamu juga." Agacia tersenyum lembut.

Cessa menganguk pelan. "Sama-sama, Tan. Yasudah Cessa tutup ya, Tante jangan terlalu stress. Cessa juga sayang sama Tante."

Agacia tertawa diseberang sana. Cessa tau itu hanya sebuah kamuflase untuk menutupi kegetiran nada bicaranya. Hubungan Davin dengan Bundanya itu tengah tidak stabil, alasan Davin memilih pergi dengan meluapkan emosinya pada jalanan. "Iya sayang, take care ya."

Feel RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang