47 :: Mengalah Mundur
"Rasanya semakin memupuk hari aku hanya bisa kian mengikis perasaan yang begitu membuncah itu." - Levin Ivano.
"Jangan baper, bakalan susah. Apalagi sama sahabat sendiri." - Davin.
"Aku hanya bisa bertahan dalam diam, berusaha berjuang mengikis perlahan rasa yang tersimpan hangat selama ini. Karena teduhmu makin lama bukan hanya melukiskan bayangku saja. Aku yang terlalu berharap atau kamu yang begitu pandai berbagi asa?" - Natchadiary.
Komen yang banyak ya kalau bisa setiap line 💜💜
Jangan lupa follow @officialnatcahdiary ya
Enjoy mereka, aku up cepet loh ya banyakin vote makanya :))
Yang jadi siders ayo main bareng. Apaan ngumpet melulu ^.^
-Feel Real-
"AWW..Ih Budhe, perih." Levin meringis pelan ketika salah satu asisten rumah tangga di rumah papanya itu menempelkan pelan kapas yang sudah di tetesi alkohol itu pada luka diujung bibir dan pelipisnya.
Perempuan berusia empat puluh lima tahun itu tertawa pelan melihat wajah nelangsa Levin. "Howalah, Den. Padahal udah pelan loh ini, Den."
"Ya kan perih, Budhe." Levin mencebik kesal walaupun rasanya perih akibat luka sobek itu.
Hal yang biasa bagi Levin sebenarnya. Bukan hal yang baru baginya mendapatkan memar dibeberapa bagian tubuhnya itu.
Levin kan sudah akrab dan berteman baik dengan luka-luka itu. Tapi tetap saja rasanya perih kalau sedang diobati begini. Namanya juga luka mana ada luka yang rasanya enak. Perihlah pastinya.
"Mau kemana tadinya Aden itu? Sampai bikin marah Bapak begitu? Harusnya izin dulu, Den. Biar Bapak ngga kayak begini lagi."
Mendengar balasan Budhe Asih yang sudah dianggapnya sebagai Ibu itu membuat Levin mengulas senyum miringnya. "Budhe kayak ngga tau Papa kayak gimana sama Levin, bilang tuh kayak cuma percuma buat Papa." Begitu balasnya.
Mendengar kalimat Levin barusan membuat Budhe Asih terdiam karenanya. Tahu betul mengenai maksud ucapan pemuda itu. Sudah sedari Levin kecil dia mengasuh pemuda itu, jadi bukan sekali dua kalinya melihat bagaimana kekejaman tangan Alfa.
Tapi semuanya hanya bisa diam tanpa kata menyaksikan adegan demi adegan itu. Alfa yang berseru tegas dan Levin yang merintih pelan.
Bahkan Delta tak mampu berkata banyak demi menahan Alfa.
"Kenapa Aden ngga ikut Bunda aja kalau begitu?"
Levin mengulas senyumannya walaupun dalam lirihnya dia menggumam perih ketika tanpa sengaja Budhe Asih menekan bagian memarnya ketika mengolesi salep pada bagian punggungnya.
"Levin itu anak yang kuat, Budhe. Levin yakin Papa kayak gini itu buat bikin Levin ngga nakal lagi, Levin yakin."
Seolah Levin itu begitu yakin menggucapkan kalimatnya itu. Tapi jauh di dalam hatinya, dia menjerit, berseru mengatakan jika itu semua bukanlah hal yang benar. Nyatanya semuanya begitu terbanding terbalik karena topeng cerianya itu selalu membuat semuanya menjadi baik-baik saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/116900574-288-k897729.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Feel Real
Fiksi RemajaFeel Real "Ketika cinta itu hadir." a teenfiction by natchadiary Remaja, pasti erat kaitannya dengan persahabatan dan cinta. Seperti halnya yang dialami oleh Cessa. Dimulai dari hari pertama masa putih abu-abunya yang langsung di hadapkan dengan c...