[20] Titik Ragu

1.4K 86 0
                                    

20 :: Titik Ragu

"Lo tau saat ini gue berada di titik ragu gue dalam setiap rasa yang mulai terajut tanpa teliti." - Dia perempuan.

"Heran gue masih di sini buat nungguin dia yang masih bingung dengan pilihannya antara senang, kecewa, ataupun patah hati yang akan gue rasain." - L

"Lihat senyuman dia lagi sudah kayak menyatukan kepingan puzzle yang menyebar menautkan lara dan rasa di saat bersamaan." - Natchadiary, curhatan author.

-Feel Real-

SEPULUH IPA empat. Kelas paling ramai di antara jajaran kelas sepuluh lainnya. Akibat beranggotakan tiga puluh empat siswa yang mempunyai mulut toa sekaligus nyap-nyapan semuanya.

Membuat guru-guru geleng-geleng kepala dan sangat menantikan tahun ajaran baru. Iya agar kelas itu segera di acak, biar ngga spaneng kalau ngajar di kelas toa begitu.

Cuma satu orang guru yang dapat menyetop keramaian IPA empat walaupun hanya dua jam pelajaran saja.  Itu pun hanya guru matematika wajib, Pak Totok. Kelas sih memang jadi hening, tapi ya itu pada membatin jengkel.

Tentu ada alasan di balik itu semua.  Pak Totok itu terkenal sebagai guru yang anteng,  iya anteng-anteng menghanyutkan begitu. Beliau memang sih ngga pernah marah kalau ada yang salah sih. Tapi ya sekalinya ada yang berbuat onar langsung saja di keluarkan dari kelas.

Kalau mau masuk kelas lagi harus sudah minta surat ijin sama wali kelas yang susah amat di mintai tanda tangan. Yang ada malah di usir, beh berasa minta tanda tangan sama artis. Seriusan, no tipu-tipu kleb.

Maka dari itu suasana jam pelajaran pertama dan kedua di kelas yang terkenal ramai--ralat sangat ramai itu mendadak hening, sepi, senyap, dan banyak kata lainnya lagi.

Semua siswa tengah sibuk dengan kertas berukuran kecil yang sedang mereka adu dengan pulpen mereka. Iya agak terkejut juga ketika mendengar perintah Pak Totok untuk menulis kritik dan saran untuk beliau. Sengaja mereka lama-lamain buat nulis, biar ngga pelajaran sampai bel tanda berakhirnya pelajaran berbunyi, kids jaman now banget.

Selesai mereka kumpulkan di meja guru. Beberapa di antaranya langsung di baca oleh Pak Totok. Guru matematika wajib itu mengerutkan alisnya ketika membaca salah satu kertas tadi. Berdeham sejenak beliau lalu berujar. "Kalau kalian mengharapkan kelas Pak Totok jamkos jangan harap." ujar Pak Totok dengan nada khasnya, datar.

Siswa-siswi langsung grasak-grusuk bertanya siapa yang nekat menulis seperti itu. Karena memang pelajaran satu ini tak pernah menggenal jamkos, Pak Totok itu memang guru yang anti hujan gerimis dan badai.

"Jangan harap juga Pak Totok berubah setelah ini, karena belum tentu yang kalian pikir bagus itu sesuai sama apa yang Pak Totok pikirkan." Tepat saat itu bel tanda berakhirnya pelajaran berbunyi nyaring. "Karena bel sudah berbunyi, Pak Totok akhiri sekian."

Setelah Pak Totok keluar dari kelas. Kehebohan langsung terjadi lagi. Kebanyakan dari mereka mendumel tidak jelas dan memparodikan apa yang dikatakan guru matematika wajib mereka itu.

"Jangan harap pelajaran saya jamkos," ujar Tama dengan suara yang dimirip-miripkan suara Pak Totok tadi.

"Jangan harap juga saya berubah setelah ini." Gantian Putra yang menyahut.

Feel RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang