007

75.7K 3.1K 35
                                        

Gue masih trauma dan gak berani natap langsung wajah om Rey, begitu juga pas dia ngajar bayang-bayang kejadian kemarin masih terekam jelas dibenak gue.

Ternyata rasanya lebih mengerikan daripada sekedar nonton drama.

Cuman nempel sih... Tapi jantung gue udah DWP'an.

Lemah gue kalo diginiin.

"Lea, oyy" kata Irene yang membuat gue kembali tersadar.

"jangan bengong, nanti kalau ditanya Rey oppa gak bisa jawab lagi gimana?" tanya Irene.

"Iya-iya maaf, banyak pikiran gue" kata gue sambil bisik-bisik.

"Itu yang dibelakang, apakah pembicaraan kalian lebih menarik daripada materi saya?" tanya dia yang membuat gue dan Irene langsung mengalihkan pandangangan ke arah om Rey.

"Nggak pak, maaf" kata gue sambil menunduk.

"Memangnya kalian udah ngerti materi yang saya ajarkan?" tanya dia yang gue dan Irene jawab dengan gelengan.

"Makanya, kalau belum ngerti tuh perhatiin bukan ngobrol. Liat waktu yang saya habiskan buat ngomelin kalian" kata dia lagi.

Ah.. Mau nangis aja anjir kalau udah gini.

Gue baru mau nangis, ini si Irene udah mangis.

"Iya pak, maaf gak akan kita ulangi lagi" kata gue terus dia balik ngajar.

Si Irene udah ngelap air matanya.

🌂

TEEEEETTT

Bel istirahat berbunyi.

"Oke, sekian dulu perjumpaan kita. Karena kemaren saya tidak masuk ulangannya saya undur jadi minggu depan, materi masih sama. Ada yang mau ditanyakan?" tanya dia sebelum keluar.

Mark mengangkat tangannya.

"Bapak abis nikah,ya?"

"Lebih tepatnya tunangan" kata dia sambil tersenyum.

"Kenapa gak langsung nikah?"

"Nunggu calon istri saya siap" katanya sambil senyum dan membuat seisi kelas ramai. Kemudian dia melenggang keluar dari kelas.

Irene langsung meneteskan air matanya dan memeluk gue.

Astaga.. Apa yang sudah kuperbuat kepada sahabatku ini??

Terlebih dari itu, kenapa gue jadi deg degan atas pengakuan om Rey barusan?

Om. ✔[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang