027

50.6K 2.1K 12
                                    

Makasih 5k readersnyaaa

"Kenapa ni mah? tumben nyuruh kita kumpul" tanya gue pas udah sampe rumah.

"Jadi gini, kita nih para orang tua udah nentuin tanggal pernikahan kalian" kata mama dengan senyum bahagianya.

Gue kesedek ludah sendiri.

"Hah?!" gue gak percaya.

"Iya, kita udah gak sabar soalnya. Kalian kelamaan sih" balas tante Nadya.

"Bulan depan, undangan udah kita sebar tinggal yang punya kalian aja. Kasih ke temen-temen ya" kata mama sambil nyerahin beberapa undangan.

Gue cengo.

Ya.. Ibarat beras udah jadi nasi gabisa balik jadi beras lagi, jadi tinggal di makan.

Apasi gajelas.

Iya intinya tinggal dijalanin aja, semua udah terjadi gue gak bisa apa-apa selain ngangguk dan ngambil undangannya.

Udahnya kita pulang.

"Kamu gak apa-apa?" tanya dia setelah kita sampai di mobil.

"Kenapa harus apa-apa?" gue nanya balik.

"Nggak, kan kamu belum siap. Gak apa-apa emang?" tanyanya.

Gue masih diem.

"Kalau buat saya sih, mau nikah sekarang atau nanti gak ada bedanya. Saat ini maupun nanti saya tetap sayang sama kamu" dia melanjutkan sambil tersenyum.

Haduhh bisa aja ah ngalusnya.

"Apaan sih om" ini wajah gue pasti udah kayak kepiting rebus.

Selanjutnya kita hanya membicarakan pembicaraan-pembicaraan ringan lainnya.

🌂

Gue cuman tiduran di kasur dan menghadapkan pandangan gue ke langit-langit.

Secepat ini kah?

Gue menghembuskan napas.

Gue bukannya gak mencintai Om Rey. Bukan. Bukan karena itu, tapi ini semua tentang gue.

Gue yang merasa masih belum bisa ambil tanggung jawab jadi istri.

Gue gak mau malu-maluin dia. Gue khawatir gak bisa jadi istri yang baik dan malah buat dia kecewa.

"Ngelamunin apa?"

Suara itu membuat gue langsung melirik ke sumber suara.

"Nggak om" jawab gue disertai senyum tipis.

Dia membaringkan tubuh disebelah gue dan menghadapkan tubuh gue supaya berhadapan dengannya.

"Kamu khawaririn soal gak bisa jadi istri yang baik?"

Tanyanya yang membuat gue sedikit tidak percaya.

"Om bisa baca pikiran ya? Serem juga" jawab gue.

Dia malah terkekeh.

"Saya bukannya bisa baca pikiran tapi wajah kamu aja yang terlalu jelas nunjukkinnya" jelasnya dan gue cuman bisa diem.

Benar.

Aura kekhawatiran gue terlalu mendominasi.

Jujur, gue gak pernah terpikirkan untuk menikah muda. Gue baru lulus dan gue bahkan belum berkepala dua. Gue seneng dapet calon yang tampan dan mapan macam orang yang sedang menatap gue dengan senyumannya ini, tapi lagi-lagi ini karena gue yang gak siap mental.

Gue gak tau cara jadi istri yang baik. Gak tau gimana kehidupan berkeluarga. Gak tau ini dan itu. Gue masih terlalu bodoh untuk ini.

Gue kudu ottokehhh??? :"((

---
Voment juseyo..
Gamsahabnidaaa 🙇🙇🙇


Om. ✔[COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang