Beberapa hari berlalu si Irene udah gak kayak makhluk hidup lagi, udah lebih baiklah tampilannya.
"Holla!!!!" pekik Irene membuat gue mengangkat kepala.
Senyuman gue mengembang, seneng lah akhirnya temen gue normal.
"Wihh, udah normal lo?" tanya Jackson.
"Udah dong, gue gak mau larut dalam masa lalu, sekarang fokus sama masa depan" kata dia sambil senyum-senyum.
Ini si Mark langsung kayak cacing kepanasan.
"Wah wah, ada yang gak beres ini" kata gue sambil menatap Mark dan Irene bergantian.
"Kasih tau nggak apaan?" tanya gue.
"Jadian mereka" Kata Jackson santai sambil main hp.
"APAAN?! DEMI KETEK KUDANIL DAN JIGONG NAGA!!! KAPAN JADIANNYA?????!" sumlah ini gue kaget banget.
"kemaren" kata Irene senyam-senyum.
"Najis ih gak bilang-bilang" kata gue kesel.
"Ahh... PJ gamau tau!" kata gue sambi gebrak meja.
"Sans, soal traktir mentraktir mah gampang, sabtu yuk" ajak Mark.
Dibolehin gak ya gue sama om Rey?
"Duh, sabtu takut gak bisa. Nanti gue kabarin" kata gue gak enak.
"Mati aja lo! Udah minta PJ, dikasih gak bisa" kata Mark kesel.
"Bukan gak bisa, takutnya gak dibolehin. Lagi tinggal sama om gue soalnya" jelas gue.
"Ya udah, nanti kabarin aja kalau bisa. Gue jemput deh nanti" kata Jackson.
Duh... Emang cuman dia yang ngertiin gue. Udah ganteng, baik, perhatian perfectoo.
Bisa gak sih di jodohinnya sama Jackson aja? :(
"Kita mau ke rumah Mark, mau ikut gak?" tanya Irene.
Gue langsung ngangguk dengan cepat. Lumayan kalau di rumah Mark pasti makan enak hehe.
🌂
"Kenapa pulang telat?" tanya om Rey ketika gue sampai apartmentnya.
"Abis dari rumah temen,om" kata gue sambil lepasin sepatu dan menaruhnya di rak.
"Kamu tau gak ini jam berapa?" kata dia sambil perlahan menghampiri gue sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Jam 7,om" kata gue polos.
"Udah terlalu malam buat perempuan pulang jam segini, saya telponin hp kamu mati"
"Emangnya om nelpon?" kata gue sambil ngeluarin ponsel.
Missed call
Om(69)Gue menelan ludah ketika melihat kenyataan dia menelepon gue hampir 70 kali.
"Maaf om, saya silent hpnya" cicit gue sambil nunduk.
Iya, gue salah. Dari tadi pulang sekolah gue gak menggubris hp gue sama sekali..
Jadi... Okey this is my fault"Hp tuh diciptakan untuk berkomunikasi buka buat main game atau hiasan!" kata dia ngebentak.
Kayaknya dia marah banget.
Baru kali ini dia semarah ini."Maaf,om" cicit gue.
"Mulai sekarang, kamu pulangnya saya jemput pokoknya kamu harus langsung keluar ke FO sebelah atau gak saya yang jemput kamu ke kelas dan hp kamu saya sita!" kata dia dengan penuh penekanan disetiap katanya.
Gue langsung menatap matanya.
"Tapi,om! Om siapa seenaknya mengatur saya? Om gak punya hak apa-apa. Om bukan mama saya!" kata gue gak terima.
"Saya calom suami kamu! Saya berhak atur-atur kamu ditambah lagi sekarang kamu adalah tanggung jawab saya, kalau kamu hilang saya harus bilang apa ke mama kamu?!" bentaknya lagi.
"Masih calon,om. Lagian om juga belum nikahin saya! Saya gak pernah maksain om untuk nampung saya disini. Saya udah bilang saya bisa jaga diri! Saya udah kelas 2 SMA udah besar, bisa jaga diri!" bentak gue dan tanpa sadar air mata gue mengalir.
"Kamu tuh perempuan!" kata dia lagi.
"Kok jadi bawa-bawa gender sih,om? Mau perempuan kek, laki-laki kek, waria kek atau apapun itu gak ada hubungannya sama kedewasaan dan soal jaga diri!" kata gue lagi.
"Kalau kamu udah dewasa, kamu tau pulang jam segini gak baik!" kata dia.
"Udah sini hp kamu" kata dia sambil nyodorin tangan.
"Jangan mimpi bisa dapetin hp saya" kata gue sambil berlalu dari hadapan dia.
Dia juga ikut dan malah menarik tangan gue dan menarik gue ke arah ruang tamu.
"Om apaan sih?! Lepasin!" gue berusaha melepaskan diri, tapi sayang tenaga dia lebih besar dari gue.
Dia melepaskan tas yang gue pake dan menghempaskannya ke lantai.
Dia kemudian menahan kedua tangan gue sengan tangan kirinya.
"Kalau kamu gak mau ngasih, terpaksa saya yang harus ambil sendiri"
----
Gimana gimana??
HeheheheJangan lupa comment dan vote yaa 💞💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Om. ✔[COMPLETED]
Fiksi UmumMylea Dewangga, gadis 16 tahun yang secara tiba-tiba dijodohkan oleh kedua orang tuanya diusianya yang masih belia. Hal itu tentu menjadi kesulitan dan pergumulan tersendiri bagi Mylea. Disaat teman-temannya memikirkan tentang pelajaran, dia harus m...