Guiltiness | 05

6.5K 497 60
                                    

"When you see something beautiful
in someone, tell them.
It may take a second to say, but for them it
could last a lifetime."

THEGOODQUOTE

Bunga tidak datang terlambat pagi ini. Padahal, rintik-rintik hujan turun. Entah mengapa, dia merasa begitu bersemangat. Rasanya, ingin sekali cepat-cepat sampai ke sekolah. Mungkin Yuan, alasannya.

Ketika kakinya baru sampai di dalam kelas, salah seorang kawan kelasnya memanggil. Mengatakan bahwa wali kelas mereka, Pak Dhipta mencarinya dan menunggu di ruang guru. Bunga melipat dahi bingung, sepagi ini, apa yang ingin Pak Dhipta bicarakan padanya.

Setelah mengucapkan terima kasih karena sudah menyampaikannya, Bunga segera pergi ke ruang guru. Sebelumnya, dia sempat melirik ke pojok kelas. Ke bangku tempat di mana Yuan selalu duduk. Masih sepi dan belum ditemukan kehadiran empunya. Senyum tipis tak terasa terulas. Mengingat Yuan, jantungnya selalu berdetak tidak karuan.

Sampai di ruang guru, Bunga tanpa menegur guru-guru lainnya langsung beringsut masuk ke dalam ruangan Pak Dhipta. Guru itu punya ruangannya sendiri, dia juga merupakan salah satu guru kesiswaan, namun tidak seseram kesiswaan lainnya.

Pak Dhipta lebih berpikiran terbuka. Dia tidak menggunakan metode menghukum murid agar jera, dia justru lebih memilih untuk mengajak murid-murid bermasalah mengobrol, lalu mengajak mereka menyepakati sebuah kesepakatan. Itu sebabnya, para murid menyukai dirinya, mengagumi Pak Dhipta yang masih terlihat muda karena pikirannya dan sifatnya yang ramah. Pria itu tidak memberikan sekat antara dirinya sebagai seorang guru dengan murid-muridnya.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk," mendengar jawaban dari balik pintu, Bunga dengan perlahan-lahan menurunkan gagangnya

Pak Dhipta mengalihkan pandangannya dari komputer kepada Bunga yang baru saja masuk dengan senyum ramah. Dia berdiri, mempersilahkan Bunga duduk di sebuah kursi yang telah disediakan.

Ruangan itu sangat nyaman. Sebuah ruangan yang nyaman untuk dijadikan tempat berkonsultasi. Pak Dhipta juga sering merangkapkan tugasnya menjadi seorang guru pemberi konseling. Cukup sering murid-murid datang ke ruangannya untuk sekedar bercurhat. Mengenai kekasih, orang tua, pendidikan hingga keluh kesah mereka mengenai sekolah itu sendiri.

"Katanya ... Bapak cari saya."

Pak Dhipta mengangguk, "Iya, Bunga. Ada yang mau Bapak omongin sama kamu."

Bunga mengangguk mengerti. Suasananya sedikit canggung. "Berapa lama, Pak? Saya harus ngambil buku ke perpus buat anak-anak kelas soalnya," tidak bermaksud menolak, Bunga hanya ingin menyampaikannya.

"Nggak lama. Ini ... ini tentang Yuan."

Kecanggungan berubah menjadi sebuah keseriusan. Air wajah Pak Dhipta berubah drastis, garis-garis kerutan di dahinya tampak intens. Begitupula Bunga, dia menelan salivanya perlahan-lahan.

"Y-yuan?"

"Hm," dehem Pak Dhipta.

"Bapak minta kamu, menaruh perhatian pada Yuan."

Bunga terkekeh, "M-maksud, Bapak?"

Sementara di lain tempat. Seseorang yang tengah menjadi objek bahan pembicaraan mereka menghadapi masalah yang lainnya.

Yuan sudah siap dengan baju seragam sekolahnya. Hari ini merasa bahagia. Mood-nya baik. Dia tidak muntah seperti biasanya, dia tidak sakit dan tidak menyentuh bir di pagi hari. Sama seperti Bunga, Yuan rasanya ingin cepat-cepat sampai di sekolah.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang