"Maaf, karena Mama menghancurkan liburan singkat kamu. Bahkan, harus nunggu di sini sepanjang malam sampai nggak tidur juga penuh keresahan." tutur Zara dengan suara lemahnya yang ia paksa keluar saja. Demi anaknya.
Masker oksigen yang bertengger semalaman sudah dilepaskan, tergantikan dengan selang oksigen pada hidungnya. Wajahnya masih cukup pucat, meskipun begitu dia sudah mampu membuka mata dan bebas dari rasa sakit.
Kemarin badannya terasa sangat sakit. Nyaris tidak terjabarkan rasa sakitnya sebab terasa sampai ke tulang. Walaupun sakit, dia tetap memaksakan diri untuk beraktifitas hingga akhirnya dia pingsan saat mau pergi ke kamar mandi.
Rasa sakit di tubuh itu bukan tanpa alasan. Malam sebelumnya, dia sempat menerima pukulan telak dari suaminya yang entah mengapa bisa ia dapatkan. Dia tidak melakukan kesalahan apa-apa, tetapi pria itu datang menghampirinya lalu memukulinya tanpa rasa bersalah.
Yuan menggeleng, dia mengangkat tangan lalu menciuminya beberapa kali. "Kalau saya nggak ke puncak, Mama pasti nggak di sini. Yuan yang minta maaf karena udah seenaknya pergi."
Baginya, ibunya tidak pernah salah. Semua yang terjadi selalu berasal dari kesalahannya. Dan Yuan tidak pernah merasa terbebani jika harus disalahkan untuk itu.
"Selamat ulang tahun, Yuan." lirih Zara dengan senyum simpul.
Kedua mata Yuan tertutup. Dia mencoba menahan emosi.
"Mama lupa bawa kadonya." lanjut Zara, seakan tidak peduli dengan ekspresi Yuan yang nampak menahan marah. "Bi, bisa tolong ambil kado--"
"Cukup, Ma." potong Yuan.
Zara langsung mengalihkan pandangannya dengan senyuman samar.
"Saya nggak peduli lagi dengan kado dan hari ulang tahun. Saya minta Mama jelaskan kenapa Mama bisa di sini. Dia mukulin Mama lagi? Kali ini apa alasannya? Apa kesalahan yang Mama buat sampai dia mukulin Mama kayak gini?!" Yuan menyentak. Kalau dia boleh berteriak mungkin dia akan berteriak. Tapi dia ingat siapa sosok yang ada di hadapannya.
Wanita itu kembali tersenyum dan mengelus tangan Yuan lembut. "Papa kamu terlalu lelah. Dia nggak sengaja melakukan hal ini." tuturnya.
Dia tidak ingin memperburuk suasana. Zara mencoba untuk membela Hendra apa pun keburukan yang pria itu lakukan. Terutama di hadapan Yuan, dia tidak mau kebencian yang ada di hati anaknya itu semakin jadi.
Sedangkan, Bi Marni hanya terdiam di antara keduanya. Sudah pasti dia tahu cerita yang sebenarnya. Apa yang terjadi hingga apa alasan tuan besarnya itu untuk kembali melayangkan tangan memukul.
"Lelah?!" Yuan mempertanyakan jawaban Zara sebelumnya dengan kegeraman. Kedua matanya menatap Bi Marni tajam. Seakan mendesak wanita paruh baya itu untuk menceritakan yang sebenarnya.
Ditelannya saliva dengan gugup. Bi Marni melirik nyonyanya, kedua tangan terus memilin karena panik dan takut. Tetapi dia tidak bisa terus diam, hal ini bisa terjadi kembali suatu saat. Dan jika ia tidak memberitahu Yuan, semua akan semakin parah.
"Tuan Hendra pulang dalam keadaan mabuk, Den."
"Bi.." lirih Zara menyayangkan keputusan Bi Marni yang mungkin sebentar lagi akan tambah membangkitkan emosi anaknya.
Benar. Sebuah tawa masam dan raut wajah laki-laki bermata kecil itu berubah. Bisa terlihat betapa marahnya Yuan dari merahnya wajahnya juga urat di dahi yang mulai terlihat.
Yuan tidak bisa menahan emosi lagi. Mulutnya yang sedari tadi berusaha untuk tidak berteriak dan membentak, akhirnya bergerak dengan sendirinya tanpa bisa dia kendalikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUILTINESS ✔
Teen Fiction[END] Memangnya apa salah seorang anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan? jawabannya, tidak ada. Lebih tepatnya, tidak ada yang salah dengan anak itu. Tuhan memberinya nyawa untuk menjadi satu bagian yang berarti di dalam hidup kedua orang...