Guiltiness | 52

4.6K 355 53
                                    

Pulang, kembali ke rumah, itu hal sangat diidam-idamkan Yuan. Keinginannya yang teramat sangat itu sepertinya akan terkabul dalam waktu dekat.

Semenjak peristiwa mengharukan di atas atap, Yuan cukup berubah. Dia mulai berhenti mencari-cari tempat pelampiasan deritanya. Sekaligus lebih bisa menguasai diri sendiri ketika keadaan kembali mengujinya.

Tak terbayangkan oleh Tian, perilaku menjijikan dan memalukannya itu akan berpengaruh. Sekarang setiap kali harus terjebak berdua dengan Yuan, jadi sedikit ada rasa canggung.

Hubungan Yuan dan Bunga pun membaik meskipun, bahan untuk berbicara masih terbatas. Setidaknya, Yuan tidak lagi menolak dan menghempaskan sendok bubur yang disodorkan Bunga.

Lalu, mengenai keadaan Yuan sendiri, tidak seburuk yang sebelum-sebelumnya. Dia mulai bisa berjalan dengan bantuan tongkat atau dengan bantuan orang-orang disekelilingnya. Kemoterapi juga tidak seburuk di awal-awal. Yuan mulai bisa meminimalisir derita dari dampak efek sampingnya.

Kesehatan mental Yuan, membaik. Menjadi lebih tenang bahkan sangat tenang melampaui ketenangan yang sebelumnya. Kali ini, Yuan benar-benar tidak banyak bicara. Kerap sering melamun dan tidak peduli dengan dunia di sekelilingnya. Sebenarnya, cukup ragu, entah hal ini sebuah perkembangan atau kemunduran.

"Yuan udah bisa pulang awal minggu depan."

Hendra dan Zara tersenyum bahagia. Saling pandang dan menggenggam tangan satu sama lain.

"Kemoterapi masih harus dilakukan, Za?"

Reza mengangguk. "Ya. Setidaknya sampai kita benar-benar menyatakan Yuan sembuh total."

Mereka tidak tahu kalau Yuan ada di luar ruangan itu. Di balik pintu yang tidak tertutup dengan rapat.

Bukan. Bukan berarti Yuan merasa mendengarkan kabar buruk. Seperti yang dibilang tadi, impiannya untuk pulang ke rumah akan terwujud. Hal yang membuat Yuan cukup terperangah hanyalah karena kemesraan kedua orang tuanya.

Bagaimana Hendra menggenggam tangan Zara. Bagaimana cara mereka saling bertatapan.

Seiring berjalannya waktu, Yuan mulai bisa mengerti maksud dari segala petuah yang diberikan Hendra. Mimpi buruknya yang tidak hanya akan membawa keburukan, rupanya membawa hal baik juga. Dan, sangat disayangkan kalau dia harus menyerah meninggalkan semuanya yang begitu indah.

Sudah berjuang dan bertahan sejauh ini, butuh pengorbanan yang luar biasa.

Dengan kehati-hatian Yuan menutup kembali pintu geser itu kemudian mengayuh kursi rodanya. Seperti sangat serius, Yuan mendorong kursi roda itu dengan hati-hati bahkan dia melihat garis-garis ubin dengan seksama.

Akhirnya, memutuskan berhenti mengayuh ketika sampai pada sebuah kaca yang membentang panjang dari ujung ke ujung tembok rumah sakit itu. Sebuah kaca yang mampu membuatnya bisa melihat sinar matahari yang bersinar terik di langit.

Sinar matahari itu sedikit menyilaukan mata walaupun, warna dari kaca nampak sedikit menghalau teriknya langsung masuk ke dalam. Yuan menghalangi silau matahari tadi dengan telapak tangan yang menutup hampir keseluruhan wajahnya.

"Hangat." Tak sadar dia berkomentar.

Silaunya matahari itu lama-lama membuatnya sedikit pusing. Yuan memutar roda kursi rodanya untuk membelakangi matahari itu. Dia memijat-mijat sesaat dahinya. Kemudian hanya melamun saja.

Suasana lantai lima rumah sakit nampak hening dan tenang sebab para pasien pasti tengah beristirahat. Tak sengaja dia menyentuh rambutnya. Mengacak-acak surai hitam itu seperti kebiasaannya ketika sedang bosan.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang