Guiltiness | 09

4.7K 414 20
                                    

Naas.

Pagi Yuan rusak dengan wajahnya yang babak belur. Hendra menemukan Yuan. Menangkap basah anaknya di dalam perkarangan rumah tertidur bersama wajah yang pucat pasi. Sebuah pukulan yang keras langsung ia layangkan pada wajah Yuan, padahal anaknya itu masih tertidur. Tidak tahu dengan apa yang terjadi, setelah mendapatkan pukulan telak, kedua mata Yuan mengerjap lemah terbuka. Sekujur tubuhnya lemas, tidak bertenaga sama sekali. Tetapi, ketika dia menangkap bayangan samar wajah ayahnya yang marah Yuan langsung tertawa samar, berdecih. Menyumpahi dirinya sendiri.

Tidak puas, Hendra melayangkan tamparan pada wajah kanan Yuan. Darah dan luka menganga langsung terbuka. Ujung bibirnya sobek. Yuan dengan sedikit tenaga yang telah pulih mencoba berdiri. Hendra tampak memberikan kesempatan. Dia hanya menyaksikan saja anaknya terlihat berjuang keras untuk sekedar menapak pada tanah.

Entah mengapa, kalapnya dia jauh lebih menguasai. Hendra tampak tidak iba sama sekali dengan kulit pucat Yuan dan wajah kuyuh yang anaknya punya.

Tak lama, Zara datang bersama Bi Marni. Suara keributan yang terjadi di luar rumah itu terdengar hingga ke dalam. Zara mendengar suara Hendra yang berteriak sangat kencang. Awalnya dia yang tengah menyirami tanaman tidak tahu siapa yang dicaci maki oleh suaminya, namun ketika sebuah teriakan dari arah lain terdengar. Suara Bi Marni yang berseru menyebutkan nama Yuan dengan teriakan panik. Zara sentak mendorong kursi rodanya dengan susah payah. Seandainya dia bisa berlari, mungkin dia akan berlari.

Namun, satu fakta yang tidak bisa ia acuhkan. Yuan, anaknya ada di sini. Di satu tempat yang sama dengannya. Betapa rindunya ia kepada anaknya. Zara memang tidak pernah tahu kalau Yuan sering datang. Mengawasinya, memerhatikannya, hingga membelikannya bunga. Tetapi bukan ini yang ia mau. Mengapa ia harus bertemu dengan Yuan yang kembali terlibat masalah oleh Hendra.

Hati Zara hilang saat ia melihat anaknya dipukul bahkan ditendang dengan sangat keras tepat di bagian perut oleh suaminya sendiri.

"BERHENTI!" teriak Zara dengan mata berkaca-kaca.

Hendra dengan mata merah yang terbelalak lebar dan rahang yang mengerat mengalihkan pandangan pada Zara yang hendak bergerak mendekat. Entah mengapa ia justru semakin kesal kepada Yuan. Dia berdesis kesal lalu kembali memukul perut Yuan dengan kepalan tangannya. Tubuh Yuan langsung kembali menghantam tembok untuk yang kesekian kalinya.

"Uhuk!" sebuah darah keluar dari mulutnya.

Yuan membiarkan tubuhnya mengalah sesaat. Kepalanya menyandar sempurna pada dinding, bersamaan dengan tubuhnya yang merosot ke tanah. Dia tidak pingsan, Yuan masih sadar.

"Aku bilang berhenti, Mas!" teriak Zara lagi meminta.

Kini dia sudah terjatuh dari kursi rodanya. Zara menarik tubuhnya dan kakinya menuruni kursi roda dengan paksaan. Membuatnya langsung tersungkur ke tanah. Bi Marni mencoba menahan Zara, namun sebuah tepisan langsung diterima. Zara ingin berjuang sendiri melindungi anaknya, seperti apa yang dulu sering anaknya lakukan. Melindungi dia. Zara mengesot mendekati Yuan yang terkapar namun masih bisa mengulas senyum.

Air mata mengalir deras dari ujung mata yang mulai berkeriput itu. Dia memanggil Yuan, berharap Yuan tidak tertidur.

"Yuan, hiks. Ini Mama, Nak. Ini Mama, Sayang.." kata Zara setelah berhasil mencapai Yuan. Tangannya yang kurus menarik Yuan ke dalam pelukan. Berusaha membentengi Yuan dengan dirinya.

Sementara Yuan, dia hanya pasrah saja. Dia tidak punya tenaga lagi untuk melawan ayahnya atau bahkan gengsi kepada ibunya. Berpura-pura baik-baik saja padahal ia merasa seperti orang yang sedang sekarat. Kepalanya sangat sakit, belum lagi pukulan-pukulan yang ia terima terasa semakin mematahkan tulang-tulangnya.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang