Bunga tidak berniat bolos. Sungguh. Tetapi, daripada disuruh mengikuti pelajaran teori penjaskes, lebih baik dia menghabiskan waktunya di perpusatakaan. Karena dia harus mencari tahu suatu hal yang membuat dadanya sesak sejak kemarin. Hal-hal aneh yang kembali terjadi. Hal-hal aneh yang jelas berkaitan dengan Yuan.
Pagi tadi, mereka berjalan ke kelas bersama-sama. Yuan merangkulnya, tertawa dengannya. Lelaki itu terlihat sangat bahagia. Dia juga terlihat cukup segar. Bunga bersyukur karena nampaknya kekasihnya sudah baik-baik saja, tetapi ternyata dugaannya salah.
Secara tidak sengaja mereka berpapasan dengan Pak Dhipta. Pria itu tidak hanya menyapa, bahkan kakinya berhenti melangkah. Keheranan melihat Yuan dan Bunga yang sangat mesra. Dia merasa ketinggalan berita karena penugasannya di luar sekolah.
Dhipta ditugaskan ke Singapura untuk mendampingi anak-anak kelas sepuluh yang mengikuti olimpiade. Cukup lama olimpiade itu berlangsung, mungkin ada sekitar sebulanan.
Keanehan pagi tadi terjadi ketika Dhipta menyapa Yuan. Menepuk bahunya dan empunya malan memberikan respon seakan tidak mengenal Dhipta. Raut itu terlihat jelas karena dahi Yuan berkerut bingung. Bahkan tersenyum canggung. Bertanya berbisik pada Bunga, "ini siapa?".
Lantas respon yang Bunga berikan terkejut, masih sembari tertawa mendesak Yuan untuk tidak bercanda. Dhipta yang mendengar bisikan itu juga berpikir kalau Yuan bergurau. Namun, lelaki itu tidak bergurau. Dia sungguh-sungguh memasang ekspresi tidak kenal. Ditambah pengakuannya yang meyakinkan.
Seketika senyum tawa Dhipta yang merasa dikerjai itu pupus. Dipandanginya Bunga untuk meminta penjelasan, tetapi perempuan itu pun tidak bisa menjelaskan apa-apa.
Selepas Dhipta pergi, Yuan kembali berjalan merangkul Bunga tanpa rasa bersalah. Tersenyum dan menggandeng tangannya. Memaksakan diri untuk tersenyum tidak bisa. Bunga melepaskan tangan Yuan dengan paksa.
"Kamu benar-benar nggak ingat Pak Dhipta, Yu?" Bunga mencoba bertanya dengan lembut. Siapa tahu mampu membuka pikiran Yuan yang sedang kebingungan.
Bukan dijawab dengan keraguan, Yuan menajwabnya dengan sangat penuh keyakinan. Dia mengangguk, "Iya. Aku nggak kenal. Kamu yakin dia guru lama?"
Bunga menilik lelaki di depannya dengan wajah kerut. Sungguh tidak tahu harus berekspresi seperti apa. Tangannya yang kecil menangkup wajah Yuan.
"Kamu benar-benar nggak ingat?"
"Ck! Nggak, Bunga. Kenapa kamu pengen banget aku ingat sama dia?!"
"Dia itu yang nyatuin kita, Yu." Bunga menjawab kemarahan Yuan tak beralasan.
"Nyatuin?"
"Dia yang yakinin aku perjuangin kamu."
Bunga tersadar dari lamunanya. Dia mengusap wajah gusar. Menjambak rambut dengan kedua tangannya pada sisi kiri-kanan kepala. Merenung di antara barisan-barisan rak yang berjejer megah.
Sungguh, Bunga tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dia tidak tahu posisi apa yang tengah di hadapi. Tidurnya tidak pernah lelap seperti yang seharusnya. Tiap kali melihat wajah Yuan, semakin timbul rasa menyayangi yang teramat sangat. Dia sangat takut kehilangan. Apalagi ketika kembali terngiang semua praduga-praduga yang semakin membuatnya paranoid siang ini.
"Ndy, mungkin nggak sih, lo bisa lupa sama gue hanya karena gua izin misalnya ... selama sebulan untuk nggak sekolah. Pokoknya nggak ada interaksi apa pun selama sebulan antara lo sama gue."
"Ya, nggaklah, Bung. Masa iya gue yang jelas-jelas tau lo izin, terus pas ketemu sama lo gue lupa. Apalagi kita dekat."
Ya, benar. Memang tidak mungkin. Tidak masuk akal.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUILTINESS ✔
Teen Fiction[END] Memangnya apa salah seorang anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan? jawabannya, tidak ada. Lebih tepatnya, tidak ada yang salah dengan anak itu. Tuhan memberinya nyawa untuk menjadi satu bagian yang berarti di dalam hidup kedua orang...