Guiltiness | 12

4.5K 375 22
                                    

"Why can't you just love her?
Why be such a monster?
You burn me from a distance."

▪ Escape by Muse ▪

Yuan tidak peduli. Apa pun anjuran yang diberikan Reza, ia benar-benar tidak peduli. Yuan tetap dengan rutinitas buruknya. Pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Namun, dia tampak seperti seorang profesional. Alkohol tidak benar-benar menghilangkan kesadarannya, hanya cara berjalannya yang tidak teratur.

Bodohnya, dia tidak membawa motor. Yuan mendatangi kelab dengan berjalan kaki. Jarak antara kelab dan apartemennya memang tidak jauh, jadi tidak menghabiskan begitu banyak tenaga untuk perjalanan ini.

Gang sempit yang sedang Yuan lewati itu minim cahaya. Ada beberapa buah lampu yang terpasang, namun cahayanya temaram. Lampu-lampu itu berkedip-kedip hidup dan nyala, membuat lingkungan menjadi sangat mencekam. Tetapi Yuan tetap berjalan dalam diam dan tenang. Rambutnya acak-acakan, bibirnya pucat serta pandangan matanya yang redup membuatnya sangat mengerikan.

Angin malam berhembus dengan kencang, menelusuri gang itu. Yuan bergidik, dia mulai goyang. Tubuhnya hanya dibaluti kaos tipis berwarna hitam dan kemeja yang ia biarkan terbuka kancingnya. Gayanya yang "selengean". Gayanya yang selalu dikatakan urakan dan kampungan oleh ayahnya.

Yuan tertawa miring, dia sadar. Pantas saja ayahnya merasa malu dengan dirinya. Pantas saja jika ia diasingkan. Pantas saja ayahnya tidak mengakuinya. Setelah ia pikir-pikir, tidak ada satu pun hal yang bisa dibanggakan dari dalam dirinya.

Tidak ada.

Perutnya bergejolak. Tampaknya tubuhnya mulai protes meminta ampun. Rasa mual menguasai. Yuan memipir ke sisi dinding gang itu. Tangannya menopang pada dinding dan-

"Hoek!"

Keluarlah semuanya.

"Hoek!"

Tidak ada apa-apa. Yuan belum memakan apa pun hari ini. Napsu makannya hilang hari ke hari. Tampaknya tidak makan selama beberapa hari bisa membunuhnya lebih cepat daripada penyakitnya. Hanya alkohol yang ia minum yang keluar.

Kepala terkulai lemas. Tangan yang ada pada dinding mengepal hingga kakinya lunglai. Yuan bersimpuh di tanah. Dada itu bergerak naik dan turun dengan cepat. Bibirnya bergetar. Yuan seperti merasa sekarat.

"Akh..." ia menjerit tertahan.

Ini semua bukan karena kepayahannya. Ini adalah perasaan takut sekaligus lelah yang teramat sangat. Yuan benci, benci sekali pada siapa pun yang membiarkannya terjebak di dunia ini. Terjebak di dunia yang selalu memberikan dia penderitaan.

Dia tahu, dia bersalah. Dia tahu, dia kurang ajar. Tapi, Yuan benci pada Tuhannya sendiri.

Bukankah sangat kejam ini semuanya. Yuan tidak bisa, dia bukan hamba yang kuat. Cobaan ini, semakin bertambah hari ke hari.

Termasuk membiarkannya hidup, Yuan anggap itu juga merupakan sebuah cobaan.

Dari ujung gang, seseorang langsung menghentikan langkahnya. Kedua mata laki-laki itu terbuka lebar. Tian, segera berlari saat ia mengenali siapa orang yang tergolek tidak berdaya di tanah sembari bersandar pada dinding.

"Yuan!" teriak Tian.

Yuan tidak bereaksi. Kepalanya mulai berat, begitu pula kelopak matanya.

Tiam gelagapan, dia segera menahan tubuh Yuan yang hampir berbaring di tanah. Hidungnya mencium bau alkohol yang sangat kuat. Kedua matanya kembali terbelalak saat melihat wajah Yuan yang pucat pasi. Bahkan kulit sahabatnya itu dingin, sedingin es.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang