"Mba, Mas, bangun. Sekolahnya udah mau tutup,"
Seorang pria berpakaian petugas kebersihan, menepuk lengan Yuan dan Bunga dengan perasaan was-was.
"Mba, Mas..." Cobanya sekali lagi.
Hingga akhirnya, keduanya bergerak. Bunga membuka mata dengan kebingungan. Dia melihat ke sekeliling, mencoba mencari tahu di mana posisinya sekarang. Sedangkan, Yuan dengan sedikit rasa malas terpaksa membuka mata, merasa heran saat langit sudah berwarna kemerahan.
Berapa lama dia tertidur, pikirnya.
"Sekolahnya udah mau tutup, Mba, Mas."
Keduanya yang masih belum sadar dengan keberadaan satu sama lain menjawab. "Iya, makasih, Pak."
Seketika barulah masing-masing sadar. Yuan memang tidak lupa ingatan, dia ingat kalau dia memang ada di samping Bunga terakhir kali. Tapi, tidak dengan Bunga yang langsung menoleh dengan mata terbelalak.
"Yu?!"
Yuan hanya bisa mengulas senyum sedikit, kemudian menengadahkan kepala kembali kepada petugas kebersihan sekolah bersama mata yang sedikit menyipit, sebab silau sinar matahari di langit membuatnya merasa sedikit pusing.
"Sekarang jam berapa, Pak?" Yuan bertanya lalu merogoh-rogoh kantong mencari handphonenya. "Hape saya mati." lanjutnya setelah melihat layar segi empat itu hitam total.
"Jam setengah enam kurang sepuluh menit, Mas."
"Oh, ya udah. Makasih, Pak." balas Yuan.
Petugas kebersihan tadi lantas pergi setelah selesai menyelesaikan tugas baiknya. Sementara, Bunga masih sibuk memerhatikan Yuan tanpa mengatakan apa pun. Bahkan, ketika Yuan membantunya berdiri, dia tetap bungkam dengan kedua mata yang menatap pacarnya intens.
"Aku antar kamu pulang." Yuan berkata lagi setelah membersihkan rok Bunga dari rerumputan kering.
Tepat ketika Yuan sudah ingin melangkah pergi, Bunga menahannya dengan menarik sedikit tangan Yuan untuk menanyakan sesuatu yang sangat membuatnya penasaran.
"Kok kamu bisa di sini?"
Yuan sempat bingung menangkap pertanyaan Bunga. "Aku nggak sengaja nemuin kamu di sini."
"Berarti.. dari tadi aku tidur, kamu ada di samping aku?"
"Iya." Yuan menjawab dengan cepat.
Lantas Bunga terkejut. Kedua matanya lagi-lagi membulat besar dengan mulut yang ikut terkejut.
"Kenapa?" tanya Yuan yang bingung.
Bunga ingat dengan rasa nyaman yang membuatnya tidur lebih lelap. Pundak yang secara tidak sadar ia jadikan sandaran itu, ternyata adalah pundak Yuan. Memang tidak salah, karena mereka sudah tahu perasaan satu sama lain. Tapi Bunga merasa malu, karena secara tidak sadar dia menarik Yuan begitu saja untuk ia jadikan sandaran.
"Nggak. Nggak apa-apa."
Yuan mengangguk. "Kamu tunggu aja di parkiran, tas kamu biar aku ambil." katanya selanjutnya.
Masih merasa sedikit canggung, Bunga mengiyakan saja. Sebenarnya kecanggungannya itu tidak mendasar. Dia hanya merasa senang karena Yuan yang sangat cuek mampu melakukan hal semanis itu. Yuan tidak pernah memeluknya dan dia tidak pernah permasalahkan itu. Sebab, Yuan itu berbeda. Sehingga, cara keduanya untuk saling mengungkapkan ekspresi pun berbeda.
Yuan itu perhatian. Yuan juga tidak cuek pada Bunga sebenarnya. Caranya dan ekspresi wajahnya memang selalu datar. Kata-kata sayang, cinta juga tidak akan pantas jika diucapkan oleh Yuan dengan ekspresi datarnya. Dia punya cara sendiri. Itu yang membuat Bunga tidak pernah merasakan kekurangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUILTINESS ✔
Teen Fiction[END] Memangnya apa salah seorang anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan? jawabannya, tidak ada. Lebih tepatnya, tidak ada yang salah dengan anak itu. Tuhan memberinya nyawa untuk menjadi satu bagian yang berarti di dalam hidup kedua orang...