Guiltiness | 42

3.2K 323 33
                                    

"Lo ngundang Bella juga, Bung?"

Cindy berdiri di sisi kanan Bunga. Bersama segelas soda berwarna bening dan tas pesta kecil yang bergelantung pada lengan kirinya.

Mata mereka menyorot ke arah Bella dan kedua anak buahnya. Mengapa dikatakan anak buah karena mereka memang tidak pantas dikatakan teman-teman Bella. Sebab tidak pernah diperlakukan seperti itu.

"Gue cuman nggak mau nyari musuh, Cin." Bunga menjawab dengan tenang, sembari memeluk diri sendiri. Pandangannya tidak lekang dari pintu masuk yang akan mengarah ke taman. Menanti siapa lagi, kalau bukan menanti Yuan.

Tian dan Dhez sudah datang. Keduanya menghilang dan memojok entah ke mana karena setelah memberinya kado, tidak terlihat di sudut manapun.

Cindy yang membantu Bunga merancang dekorasi acara malam ini. Acara mereka buat di taman belakang rumah Bunga. Berkonsep garden party. Sebuah taman yang tidak terlalu luas, namun disulap menjadi sangat mewah dan cozy. Tidak ada lampu yang menyala terang-benderang, hanya lampu kecil-kecil berwarna kuning redup terhias dari dahan pohon ke dahan pohon yang lain. Ada panggung kecil yang diharapkan mampu meriahkan acara dengan sumbangan-sumbangan suara dari para undangan, juga ada alat pemutar musik. Sederhana tapi begitu memanjakan mata.

Malam ini, Bunga mengenakan gaun tanpa lengan berwarna krem. Ada sisa sedikit kain di bagian bawahnya yang menambahkan kesan anggun. Rambutnya digulung ke atas, diberikan sedikit kesan santai pada poni yang dibiarkan terurai.

Gaun itu diberikan oleh Cindy, sebagai hadiah, juga sebagai kejutan. Karena Bunga tidak tahu, kalau Cindy, Tian, Dhez, dan Pram sengaja memilihkan warna pakaian yang sama untuk Bunga dan Yuan. Mereka merancang keduanya selaras mungkin. Menjadikan mereka bagaikan pasangan dari negeri dongeng.

"Om," sapa Cindy.

Reza benar-benar tidak menghabiskan waktu di rumah sakit malam ini. Dia meluangkan waktu untuk Bunga. Bibirnya melengkung senyum menegur Cindy dan membalas salaman perempuan itu, kemudian beralih mendekati anaknya.

"Anak Papa kok melamun?" tanyanya menepuk-nepuk bahu Bunga yang tegang dan dingin.

"Nggak melamun kok, Pa." Bunga tersenyum masam.

"Mana pacar kamu? Telat ya dia?"

Cindy berceletuk, "Iya nih, Om. Maafin calon mantu ya, Om. Si Yuan itu kalau di sekolah aja suka telat, apalagi acara-acara kayak gini. Hobi kayaknya, Om."

"Ssst! Cindy ..." tegur Bunga tidak enak karena Yuan yang dijelek-jelekin. Lalu, hanya dibalas cengiran bodoh dari Cindy.

Tak berselang lama, sosok yang ditunggu-tunggu muncul juga. Yuan dan Pram memasuki taman. Bunga bisa melihat Yuan, meskipun cahaya temaram. Wajah yang tidak pernah bisa dia jelaskan dengan kata-kata itu muncul mendebarkan jantungnya tak karuan. Yuan sudah memiliki separuh jiwanya dan akal sehatnya.

"Gila, gila! Yuan ganteng banget!"

Bunga mendengar seruan Cindy. Namun, seakan dunianya berhenti berputar, fokusnya hanya ada pada Yuan. Hanya ada pada lelaki yang saat ini datang menghampirinya dengan buket bunga mawar merah. Seperti gaya gravitasinya lenyap, Yuan menghampiri dengan gerakan lambat, membuat detak jantung Bunga kian menggila.

"Selamat ulang tahun, Bunga."

Suara bass yang renyah itu membangunkannya dari ilusi. Kedua mata cokelatnya mencari-cari laut hitam yang tenang di hadapannya. Bibir lelaki itu tersenyum lembut, matanya menyorot kasih kepadanya

"Maaf aku telat. Pram nyetirnya lama," kata Yuan lagi.

Di sampingnya Pram langsung muncul dengan kepala lebih dulu. Melambaikan tangan kepada Bunga. "Ehehe, iya sorry ya, Bung. Menghindari hal yang tidak diinginkan," ujarnya memberikan penjelasan.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang