Guiltiness | 21

3.7K 380 43
                                    

Yuan ambruk di tengah panasnya terik matahari di lapangan sekolah, pada saat suasana sedang ramai-ramainya. Terbayangkanlah situasi yang pasti langsung terjadi. Semua orang terkejut, menjerit. Keadaan semakin kacau ketika mereka melihat darah keluar dari hidung Yuan. Otak masing-masing dari mereka bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Tidak mungkin lemparan bola yang tidak mengenai wajah bahkan hidung Yuan, justru bisa membuat darah merembes dari sana.

Bunga pun di sana. Dekat sekali dengan Yuan yang hanya beberapa jengkal jaraknya dari tempatnya berdiri. Bahkan Bunga sempat merasakan tangan kurus itu menyentuh pinggangnya seraya memeluk untuk menariknya lebih dekat dengan laki-laki itu. Karena dia hampir jatuh saat seharusnya bola itu menghantam keras wajahnya.

Alih-alih menghantam wajahnya, Yuan malah datang dengan kecepatan cahaya, tanpa bisa Bunga ketahui dari mana asalnya, melindunginya, menghalangi wajah dan sekujur tubuhnya dengan tinggi tubuh itu berdiri di hadapan dari arah datangnya bola.

Dunia terasa seperti berhenti berputar dalam satu jentikan jari. Kedua bola mata mereka bersinggungan, hingga sedetik kemudian dunia kembali berputar.

Bugh!

Bola mendarat sangat keras di kepala Yuan. Empunya sempat terpejam karena itu adalah respon yang pasti. Tetapi, Bunga ingat sekali bahwa sedetik setelah itu, mata tajam Yuan kembali terbuka. Memandang kearahnya dengan dalam, hanya untuk sekedar menanyakan keadaannya. Karena sesaat setelah itu, Bunga melihat air muka Yuan yang tampak berubah.

Rupanya, cairan berwarna merah perlahan-lahan keluar dari hidung bangirnya. Seketika Bunga merespon dengan kata-kata. Wajah tirus Yuan pun sontak berubah pucat, tangan kurusnya tak terasa bergetar sendiri saat meraba hidung yang sudah basah oleh darah. Lalu, tanpa sempat mengatakan apa-apa, Yuan tumbang. Kedua matanya tertutup rapat tanpa celah dan dengan begitu saja tubuhnya bertumpu penuh pada tubuh kecil Bunga.

Lagi dan lagi, dunia sekitarnya terasa berhenti. Keriuhan terjadi. Bunga buru-buru memanggil nama Yuan dengan nada bergetar. Tangannya berusaha ia gunakan untuk membawa Yuan menjauh dari tubuhnya sebab wajah Yuan tertutupi. Kakinya mendadak lemas, namun Bunga kuatkan untuk menahan tubuh Yuan yang benar-benar bersandar padanya. Matanya panas, Bunga ingin menangis, ia tidak tahu harus berbuat apa.

Tak lama Tian dan Pram menghampiri, berlari mendekatinya yang tak terasa sudah di dalam sebuah kerumunan lautan manusia. Orang-orang itu berdiri disekeliling, membentuk lingkaran. Bukannya membantu malah menyaksikan apa yang terjadi layaknya pertunjukan sirkus.

Ketika Yuan sudah diangkat oleh sahabat-sahabatnya, barulah kaki Bunga melemas sempurna. Tangan menyentuh kaos olahraganya, di tempat di mana darah Yuan membekas. Rasanya Bunga kehilangan pasokan udara, napasnya terasa sesak sekali. Tetapi, ia bisa merasakan tubuhnya yang diajak berdiri secara paksa oleh Cindy. Sahabat sekaligus teman sebangkunya itu memapahnya keluar dari kerumunan.

**

"Rumah sakit, Yu."

Kalimat ini tidak pantas dijadikan sebagai kalimat tanya yang membutuhkan tanda tanya. Sebab ini adalah perintah dari Pram yang tidak bisa merasa tenang. Tetapi, tidak peduli apa pun bentuk kalimatnya, Yuan tidak akan menggubris. Bukan saat yang tepat untuk berdebat karena mereka sadar sudah pasti tidak akan ada ujungnya.

Di pojok kanan sisi ruangan, Bunga tiada hentinya memeluk diri sendiri. Kakinya ia lipat ke atas salah satu ranjang UKS yang kosong, sebab kaki itu masih bergetar hebat. Ada perasaan kalut dan khawatir yang luar biasa. Tidak akan terabaikan meskipun dipaksa tenang sekalipun. Cindy masih terus berusaha menenangkannya dengan menepuk punggung Bunga pelan. Tidak tahu atas dasar apa, yang jelas mereka sadar Bunga begitu syok.

Yuan menyelamatkannya. Dan lihat apa akibatnya.

Akibat rasa bersalah yang sangat besar, Bunga nyaris tidak berani mengangkat kepala hanya untuk sekedar memandang bola mata Yuan. Darah yang membekas di kaos putih polos laki-laki itu semakin membuat Bunga gila dengan pikirannya sendiri.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang