"Lo nyampain hal ini ke gue, supaya gue bisa buka mata dan meninggalkan Yuan sedangkan memberikan ucapan selamat datang ke lo, 'kan?"
Dhez bingung. Sementara Bunga tidak ingin memihak siapa pun. Benar atau tidaknya yang Dhez katakan, Bunga terima. Tapi dia butuh waktu untuk sendiri. Butuh waktu untuk tidak menemui Yuan.
"Tinggalin gue sendiri." Tiga kata yang Bunga beri jeda secara jelas keluar dari mulutnya sebelum kakinya benar-benar melangkah pergi meninggalkan Dhez.
Beberapa detik setelahnya Tian keluar. Dia menghampiri Dhez yang hanya berdiri mematung dengan rasa bersalah.
"Puas lo?" tanya Tian dengan suaranya yang suram.
Dhez tidak terkejut. Dia tahu Tian bersembunyi sedari tadi di sana.
"PUAS LO MEMECAH BELAH BUNGA SAMA YUAN?!"
"GUA NGGAK BERMAKSUD MEMECAH BELAH MEREKA!" sentak Dhez tidak kalah kesal.
Sedangkan, Tian langsung tertawa dan menatap sinis Dhez yang tidak bisa ia mengerti jalan pikirannya.
"Gua cuman pengen Bunga tau Yuan lebih dalam." lirih Dhez dengan napas yang kelelahan. Nyaris sesak karena menahan emosi.
"Lo nggak usah sok nyomblangin mereka berdua deh. Kalau lo mau bersaing sama Yuan, bersaing yang sehat, Dhez. Jangan jadi pengecut!" cerca Tian sembari menunjuk-nunjuk wajah lawan bicaranya. Membuat laki-laki itu makin terpojok.
Mulai merasa tidak bisa menahan emosi. "Tutup mulut lo, Yan." sergah Dhez berbisik namun mengancam.
"LO YANG HARUSNYA NUTUP MULUT LO!"
Bugh!
Pukulan melayang menghantam wajah sisi kiri Dhez. Seketika ujung bibir laki-laki itu luka mengeluarkan darah.
"Apa sih yang lo mau dari seorang Yuan? Lo nggak lihat hidup sahabat lo itu udah susah, Dhez. Kenapa lo harus menambah kesusahan yang dia punya?!" sentak Tian yang nyaris menangis.
Memikirkan penderitaan Yuan sepanjang hidup laki-laki itu membuat Tian tidak pernah mengerti dengan penciptanya. Bagaimana mungkin ada seorang umat yang ditambah terus-menerus masalahnya seperti Yuan.
"Dia nggak beruntung kayak kita. Meskipun hidup kita-kita sama berantakannya kayak hidup dia. Tapi Yuan udah hancur, Dhez. Lo kenal sama Yuan lebih lama dari gua sama Pram kenal dia. Tapi tingkah lo seakan menunjukan kalau lo nggak percaya sama sahabat lo sendiri." ucap Tian setelah berhasil meluapkan rasa kesalnya yang tiada tara.
Hal ini bukan semata-mata karena kekalapannya. Tetapi karena rasa khawatir terhadap Yuan yang belum pernah terjawab. Sesuatu yang Yuan sembunyikan rapat-rapat masih membuat Tian berpikir keras setiap jamnya.
"Lo nggak mikir, kenapa dia bisa babak belur di tempat semalam? Lo nggak mikir kalau ada keterkaitan kejadian semalam sama masa lalunya? Kalau Yuan lagi-lagi berurusan sama orang-orang itu, apa yang mau lo lakuin?" tanya Dhez dengan segala pemikiran yang ia anggap benar.
"Kita belum dengar klarifikasi dari Yuan. Kenapa lo bisa sangat curiga sama sahabat lo sendiri? Yuan dipukul habis-habisan, mungkin sama orang yang sudah kita simpan identitasnya, tapi belum tentu semua karena kesalahan Yuan." sanggah Tian.
"Bagaimana kalau justru mereka mau ngehabisin Yuan tanpa alasan. Lo tau sendiri kalau jaringan perdagangan narkoba itu hampir terkuak saat Yuan ditangkap. Mereka mau balas dendam karena Yuan udah ngelaporin mereka semua ke polisi!" lanjutnya.
Setahun yang lalu, seseorang melaporkan Yuan atas pengedaran obat-obat terlarang. Beruntung bukti begitu minim, membuat Yuan tidak bisa dikatakan benar-benar bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
GUILTINESS ✔
Teen Fiction[END] Memangnya apa salah seorang anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan? jawabannya, tidak ada. Lebih tepatnya, tidak ada yang salah dengan anak itu. Tuhan memberinya nyawa untuk menjadi satu bagian yang berarti di dalam hidup kedua orang...