Guiltiness | 19

3.9K 377 52
                                    

"Gua pengen jadi orang yang paling bahagia, meskipun cuman satu hari."

▪GUILTINESS▪

"Bunga 'kan udah bilang kalau Bunga nggak apa-apa, Pa."

Langkah lemas Bunga berakhir pada kursi-kursi ruang tunggu yang tampak begitu ramai. Tidak peduli jam berapa sekarang, rumah sakit tampak selalu ramai. Jelas saja Ayahnya sibuk tiada tara. Pasien begitu berjubal.

Apa saja penyakit yang keluarga mereka idap? Wajah kelelahan dan khawatir dari para keluarga yang menunggu membuat hati Bunga mencelos.

"Tetap aja 'kan, Bung. Apa salahnya kamu check up, lagian juga udah lama nggak periksa, 'kan?" tanggap Reza sembari menutup rapat-rapat tubuh anaknya itu dengan jaket yang bertengger di bahu.

Bunga absen dari sekolahnya hari ini. Hari pertama huruf "S" terpampang di buku absennya. Hari pertama ia tidak masuk karena sakit di sekolah barunya. Mungkin banyak guru-guru yang akan kebingungan mencari hari ini. Melihat tidak banyak murid yang bisa diandalkan kecuali dia yang selalu bolak-balik ruang guru.

"Papa akan sangat merasa bersalah, kalau sampai kamu sakit parah. Sementara, Papa memantau pasien-pasien Papa dua puluh empat jam," celetuk Reza lagi.

Tidak tahu harus mengatakan apa. Bunga sangat menyayangi ayahnya, sangat. Hanya pria ini yang ia punya di dunia ini. Tanpa rasa canggung dan malu, Bunga menubruk tubuh Reza dengan pelukan eratnya. Tubuhnya yang hangat bersandar penuh kepada sang ayah.

Semalaman ia diganggu, membuatnya kembali mengingat kejadian sehari yang lalu. Semua kalimat yang terucapkan dari bibir Dhez membuatnya bisa merasakan rasa sakit yang tak kasatmata.

"Sebenarnya ... ini bukan demam karena sakit, Pa. Ini demam karena Bunga lagi kecewa."

"Hm?" dehem Reza yang masih tidakbisa menangkap maksud dari anaknya.

Pelukan yang Bunga eratkan tadi, direnggangkan. Beralih menyandarkan kepala pada dada bidang Reza. Wangi khas rempah-rempah dari pria itu membuat Bunga merasa begitu nyaman.

"Papa marah nggak, kalau Bunga suka sama cowok bandel?" tanyanya polos.

Reza tampak terdiam. Untuk sesaat dia berpikir,kemudian berkata, "Definisi bandel itu 'kan, relatif. Bandel menurut kamu belum tentu bandel menurut Papa."

"Kalau ... cowok yang suka berantem? Papa bolehin Bunga deket sama dia?"

"Papa juga dulu suka berantem. Laki-laki berantem itu biasa, Bunga. Asal nggak kelewatan. Kalau laki-laki nggak suka berantem, mungkin ... patut dipertanyakan dia laki-laki atau bukan," canda Reza.

Seketika ada perasaan lega yang tak terbendung di hati Bunga. Terbayang sudah dipikirannya jika Reza bertemu dengan Yuan. Yang sudah jelas tanpa mereka ketahui, sosok yang dibicarakan adalah orang yang sama-sama mereka kenal.

"Tapi, kalau cowok itu nggak cuman sekedar berantem? Papa juga restuin Bunga sama dia?"

"Misalnya?"

"Kalau dia pernah pakai narkoba."

Deg!

Berubahnya ekspresi wajah Reza membuat Bunga yang sempat merasa senang, khawatir. Begitupula Reza yang tidak menyangka akan diberikan pertanyaan seperti itu.

"Apa ada laki-laki seperti itu di sekolah baru kamu?"

"Mungkin Papa ngerasa nggak percaya sama apa yang Bunga tanyain sekarang, tapi ada, Pa. Laki-laki itu ada dan Bunga, anak Papa suka sama dia. Bunga mesti gimana, Pa?"

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang