Guiltiness | 41

3.1K 326 47
                                    

Yuan berharap kalau hari ini hidupnya berjalan dengan lancar. Tidak ada peristiwa-peristiwa kelam, tidak ada keburukan yang mengikutinya, dan tidak ada kesakitan yang dia rasakan.

Malam ini merupakan malam yang paling Yuan tunggu-tunggu. Hari ini, di hari ulang tahun Bunga, dia akan memberikan kejutan kepada perempuannya itu. Kejutan pertamanya, sehingga dia ingin semuanya berjalan dengan lancar.

Dia butuh banyak masukan, pendapat, dan saran. Dari sahabat-sahabatnya sampai dari Cindy yang pasti sudah cukup mengenal Bunga. Untuk memberikan kejutan ini, dia sudah terlebih dahulu meminta izin pada Reza. Bagaimanapun juga, image terhadap pria itu jauh lebih penting daripada kesuksesan kejutannya untuk Bunga.

Tetapi, sebelum menyiapkan kejutan nanti malam, izinkan dia untuk menengok Ibunya sebentar. Yuan tahu kalau meminta izin terang-terangan kepada Hendra bukanlah ide yang bagus. Jadi seperti biasa, Yuan hanya akan melihat semuanya dari kejauhan.

Namun, upayanya yang ingin beranjak lompat menaiki tembok tinggi rumah saat ini tidak terlaksana ketika melihat sebuah mobil sedan mewah yang sangat dia kenali muncul. Bersinggungan dengannya hingga dia mesti berbalik badan agar tidak tertangkap basah.

Mobil mewah itu berhenti di depan gerbang rumahnya yang megah, satpam penjaga gerbang langsung berlari keluar mengecek mobil itu. Menunduk memberi salam kepada penumpang yang ada di kursi belakang pengemudi, kemudian berlari kecil membuka pintu kedua gerbang.

Haris. Kakeknya, pemilik mobil itu.

Belasan tahun lamanya, sejak neneknya meninggal, pria tua yang sudah berjalan dengan bantuan tongkat itu tidak pernah lagi Yuan temui. Perawakannya kurang lebih sama dengan ayahnya. Tegas, pemarah, dan terhormat. Ayahnya yang terbilang lebih kejam bahkan takut dengan pria itu

Yuan ingat, kalau dia bukanlah seorang cucu yang diinginkan. Dia bukan tipikal cucu yang ditemani bermain dan tertawa bersama. Minum teh panas juga roti di sore hari. Semua kemewahan yang dia miliki dan rasakan salah satunya adalah perintah darinya. Ya. Kalau tidak Haris perintahkan Hendra untuk membiayai Yuan sampai sekarang, pria itu tidak akan sudi menghabiskan uang repot-repot untuk anak yang dia benci.

Dia mengembus napas sesak. Bersandar pada dinding tinggi rumahnya dan memandang pintu gerbang dengan perasaan sedih. Tertawa masam, begitu sulit baginya seorang anak untuk melepas rindu. Banyak rintangan. Mungkin hari ini bukanlah hari yang pas. Yuan memutuskan kembali. Dia akan menjenguk Zara kapan-kapan.

**

"Kenapa Papa pulang tanpa kabar?" tanya Hendra sembari berjalan terburu-buru keluar dari dalam mobilnya. Di belakangnya pengawal yang merangkap jabatan sebagai sekretarisnya itu mengikuti dengan langkah terburu-buru juga.

"Sepertinya beliau memang sengaja, Tuan. Sesampainya beliau di sini, tuan muda Yuan langsung menjadi incaran pertama pencariannya." Sekretaris itu mencoba menjelaskan dengan hati-hati. Salah kata sedikit saja, habis dia.

Hendra memiliki masalah yang cukup besar. Yuan yang sudah dia usir sejak beberapa tahun lalu dari rumah itu tidak pernah Haris ketahui. Apalagi sekarang anak itu keluar dari dalam apartemen dan mengembalikan semua fasilitas yang dia berikan. Posisinya terancam, dia akan dituduh menelantarkan anaknya. Perusahaan yang dia urus sekarang bisa menjadi taruhannya.

Tidak bisa. Hendra tidak mau kehilangan perusahaan itu. Hanya itu satu-satunya kebanggaannya.

"Cari Yuan, dan suruh anak itu ke sini, secepatnya!" perintah Hendra dengan wajah memerah.

Sekretaris pria itu mengangguk. "Baik, Tuan."

Hendra membuka jas dengan kasar lalu meletakannya pada sofa. Di taman yang luas pada belakang rumahnya, dia bisa melihat sang Ayah dengan istrinya tengah berbincang-bincang. Dia menghela napas karena merasa sedikit marah. Masih tidak bisa menerima kenyataan kalau Zara semakin hari, semakin diterima oleh keluarganya.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang