Guiltiness | 54

5.7K 266 17
                                    

Rumah megah itu terasa lebih hidup sejak beberapa bulan lalu. Di mana dulu istana ini lebih sering didominasi oleh amarah, kekerasan, dan tangisan. Kekeruhan berikut kisah-kisah lama yang menyedihkan sirna, tergantikan oleh rentetan kisah baru.

Hari ini, masih dalam rangka menyelenggarakan kisah-kisah haru nan membahagiakan. Rumah itu kedatangan cukup banyak orang. Padahal, dulu istana disembunyikan dari khalayak ramai demi citranya tuan rumah.

Kini, citra itu tidak diperlukan lagi. Untuk apa mengumbar kepalsuan dan kebohongan kepada khalayak. Isi istana yang sempat terombang-ambing terancam hancur berkeping-keping haruslah diketahui orang. Sebab ada individu yang menjadi korban. Seorang korban yang sesungguhnya menjadi bagian penting dari terbentuknya istana.

Mulai hari ini, tidak ada yang perlu ditutup-tutupi. Kebenaran yang ada di dalam keluarga ini, akan diketahui semua orang. Sang kepala keluarga siap menerima konsekuensi karena keutuhan dan kebahagiaan keluarga nomor satu untuknya.

Yuan tidak perlu merasa sedih lagi. Dia tidak perlu merasa terasing lagi. Semua orang sudah tahu kalau dia adalah anak dari Hendra dan Zara. Anak laki-laki satu-satunya yang begitu berharga.

Masa lalu, tetap menjadi masa lalu. Mereka tidak akan menghapusnya. Sebab, kesalahan itu rupanya melahirkan anugerah. Memberikan kesempuarnaan dalam sebuah keluarga.

Hendra terlihat bahagia, menyapa para tamu yang terdiri dari beberapa karyawannya sendiri sampai koleganya. Di hari ulang tahunnya ini, dia akan memperkenalkan keluarga utuhnya yang bahagia.

Semua orang terutama karyawan-karyawan yang sejak dulu bertanya-tanya akan adanya sebuah kebenaran mengenai Yuan. Rumor beredar begitu cepat. Tak perlu Hendra jelaskan lebih dulu, semua sudah tahu kalau dia rupanya sudah memiliki seorang putra. Dan tidak perlu diceritakan pun, rupanya mereka sudah tahu alasan Hendra menyimpan rapat kehadiran Yuan.

"Selamat ulang tahun, Pak Hendra."

"Terima kasih banyak, Pak." Jabat tangan Hendra sembari tersenyum ramah kepada salah seorang rekannya.

Zara memipir sedikit ke sudut ruang tamu yang besar itu, berbicara dengan istri dari kolega suaminya. Sedangkan, Yuan bermain dengan beberapa anak kecil yang juga datang dan berasal dari kolega ayahnya.

Entah sadar atau tidak, Yuan menjadi bahan perbincangan di segala sudut sebab penampilan dan parasnya yang begitu menawan dengan balutan kemeja putih berdasi kupu-kupu.

"Yuan!"

Di tengah keramaian tiba-tiba terdengar suara bass yang begitu mengganggu telinga namun selalu dirindukannya. Dua orang laki-laki yang merupakan sahabat Yuan itu berjalan gagah menghampiri.

"Bokap lo yang ulang tahun tapi kok lo yang lebih keliatan ganteng?" sapa Pram menepuk keras punggung Yuan.

Mendengar basa-basi itu yang diejek hanya tersipu

Yuan menunjuk ke arah posisi Hendra berdiri dengan dagunya. "Yang ulang tahun ada di sana," katanya.

"Temenin samperinlah," ajak Tian.

Sesuai permintaan, Yuan mengantar mereka ke posisi Hendra. Sementara, Pram masih sibuk terkagum-kagum dengan penampilan Yuan. Menuju ke sana dia sibuk membenarkan letak dasi kupu-kupu yang sudah agak miring.

"Pa."

Hendra tersenyum ramah menyambut kehadiran ketiga laki-laki itu.

"Selamat ulang tahun, Om." Pram memeluk singkat pria berjas biru dongker itu. Diikuti Tian yang sedikit canggung karena kotak kado yang dibawa-bawanya.

"Apaan itu, Yan? Kado buat Om?" tanya Hendra blak-blakan.

Pram menyengir. "Maaf kalau kadonya nggak seberapa, maklum anak sekolah, Om, ehehehe."

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang