Guiltiness | 23

3.6K 375 31
                                    

Cetak!

Cetak!

Cetak!

Bola billiard itu secara berurutan masuk ke dalam lubang dengan hentakan yang sangat keras. Seseorang yang memainkannya seperti dirasuki oleh setan, namun tidak bisa dibohongi kemampuan bermainnya luar yang biasa.

Sejak sore, Dhez menghabiskan waktu di sana. Sebuah tempat permainan billiard juga beberapa permainan lainnya yang menghasilkan duit. Di sini pusat berkumpulnya orang-orang yang tidak terlalu kaya, mengadukan nasib mereka pada beberapa permainan yang jika mereka beruntung, uang yang mereka jadikan taruhan bisa kembali dua bahkan tiga kali lipat dari yang sebelumnya. Sebuah tempat bersenang-senang. Kepulan asap rokok terlihat di setiap sudut ruangan. Seruan-seruan makian, kemenangan berseteru satu sama lain.

Dhez memilih tempat ramai seperti ini, berharap sesuatu yang terus mengganggu telinganya hilang. Suara Yuan dan kalimat laki-laki itu tadi siang masih terus bergema di telinga. Menghantui setiap labirin otak, membuatnya benci dan ingin rasanya ia berteriak.

Cetak!

Dhez bersama amarah yang memuncak terus memasukan bola billiard itu ke dalam lubang, mengumpulkan kembali bola-bola itu dan memainkannya lagi secara berulang-ulang. Tidak terhitung sudah berapa babak ia habiskan waktunya di sana.

Rokok juga wiskhy menjadi satu-satunya teman. Alkohol berwarna emas itu sejak gelas kelima berhasil membuat Dhez kehilangan akalnya. Kedua matanya sudah memerah, rasa berat di kepala dan pandangannya sudah tidak fokus, tapi dia masih terus bersikeras bermain dan tidak pernah gagal.

"Sumber kehidupan?"

Bayangan wajah Yuan terputar bagikan kaset film.

"Tuhan nitipin sesuatu ke gua. Sesuatu yang besarnya hampir seperti permen ini." Sebuah permen yang sudah Yuan keluarkan dari kemasan, ia tunjukan ke depan mata Dhez yang masih mencengkram kerahnya. "Sebuah benjolan yang ada di dalam otak gua, kurang lebih besarnya kayak gini, atau mungkin sedikit lebih besar daripada ini." Yuan mengatakannya tanpa beban, seakan-akan itu sesuatu yang membanggakan.

Cetak!

Dhez menolak bola jauh lebih kencang dengan tongkat billiardnya. Seakan tidak peduli jika saja bola itu pecah karena benturan yang kuat.

"Apa maksud lo?"

"Gua sakit."

Saat itu sekujur tubuh Dhez langsung bereaksi, lemas namun tidak bisa terjatuh begitu saja. Tangannya yang menahan tubuh Yuan di dinding terlepas.

"Harusnya gua nggak buang-buang waktu buat ngejalanin hubungan kayak gini. Tapi gua sayang sama dia. Gua sayang banget sama Bunga."

Cetak!

"Gua minta sama lo, kalau perlu gua bakal sujud di kaki lo, Dhez. Lupain, apa pun yang gua omongin ke lo saat ini. Anggap aja lo nggak tau apa-apa tentang hal ini. Dan yang lebih penting, gua minta lo jagain Bunga setelah setahun itu berlalu."

Prak!

Dhez membanting tongkat billiardnya dengan napas terengah-engah. Kedua mata yang memerah itu berair. Sementara nasib dari tongkat billiard tadi sudah patah, terbagi menjadi dua.

"Ini bukan wasiat buat lo. Tapi mungkin memang Bunga ditakdirin buat lo, bukan gua. Itu sebabnya gua suruh lo jagain dia."

"Aaargh!"

Dhez berteriak menjatuhkan semua bola billiard. Menghempaskan semuanya yang ada di atas meja billiard itu. Hingga hanya bersisakan gelas wiskhynya saat ini. Sebelum menjadikan gelas itu sebagai pelampiasan kemarahannya juga, Dhez dengan derai air mata meneguk rakus alkohol itu hingga tandas.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang