Guiltiness | 13

3.8K 373 26
                                    

Matahari di hari sabtu akhirnya menampakan wujudnya. Sinar kemerahan terpancar secara perlahan-lahan dari ufuk timur. Suara berisik dari kicauan burung-burung kecil, seakan memberikan sebuah sambutan meriah untuk Sang Surya.

Akhir minggu hanya Yuan habiskan seharian di apartemen. Tertidur di dalam kamar sepanjang hari. Terbangun jika ia ingin bangun, atau bahkan ia akan bertahan tidur seharian dengan perut yang kosong. Tidur bersama lilin-lilin yang menyala, menguarkan aroma wangi di sekelilingnya.

Apa yang bisa diharapkan seorang anak yang diperintahkan untuk hidup sejauh mungkin dari kedua orang tuanya di akhir minggu seperti ini. Ketika usia mereka justru usia yang sangat membutuhkan bimbingan dari orang tua, Yuan sebaliknya. Dia hidup di tengah kesendirian, kemandirian atau bahkan disebut dengan sebuah penderitaan.

Dia tidak punya kisah bahagia seperti, dibangunkan dari tidur oleh ibunya. Dia tidak memiliki kisah lucu seperti, mendengar teriakan omelan yang penuh dengan kasih sayang dari orang tuanya ketika melihat kamar anaknya berantakan. Dia juga tidak memiliki kisah yang mengesalkan seperti, menemani orang tuanya untuk berpergian ke mana pun sampai dia bosan.

Yuan tidak punya itu semua.

Hidup untuk bertahan dari hari ke hari dalam kesendirian sudah merupakan suatu keberuntungan baginya. Meskipun di kelilingi oleh materi dan fasilitas yang luar biasa, itu semua tetap tidak bisa menghibur dirinya yang sendiri.

Namun, tampaknya kali ini kesendirian akan perlahan-lahan akan pergi. Bunga berjalan dengan senyum yang mengembang lebar, memasuki lift untuk segera menyapa Yuan. Beberapa buah plastik berisikan bahan-bahan hingga makanan kaleng menggantung di tangannya. Begitu bahagia dan tidak sabarnya dia, sampai-sampai rasa berat dari belajaan yang ia bawa tidak terasa sedikitpun.

Ting!

Pintu lift terbuka perlahan-lahan. Bunga melanjutkan langkahnya yang tertahan selama di dalam lift untuk segera menghampiri unit apartemennya Yuan.

Bunga tidak lagi merasa takut akan dirinya yang kemungkinan akan diusir oleh laki-laki bermata sipit itu. Dia mendapat bocoran dari Dhez bahwa pada akhir minggu, Yuan akan menghabiskan waktunya dengan tertidur seharian bak seekor beruang yang sedang hibernasi. Maka Bunga menjadikan kebiasaan Yuan itu sebagai kesempatan untuknya.

Dia membeli semua bahan yang sekiranya akan ia buatkan untuk Yuan. Yang jikalau Yuan mau makan, laki-laki itu bisa memanaskan masakan yang sudah dia buat. Yuan tidak perlu lagi merasa malas untuk urusan perutnya dan tidak perlu lagi menahan lapar sampai membiasakan diri untuk tidak makan.

Bunga menggesekan kartu akses masuk yang diberikan Dhez padanya ke mesin dan dalam sekejap lampu hijau menyala pada mesin itu, lalu pintu terbuka. Sepi, senyap sudah pasti. Pemilik kamar pasti tengah berada di dalam kamar dengan selimut yang menggulungi tubuhnya. Perlahan-lahan Bunga melangkah agar tidak menimbulkan suara gaduh.

Begitu kakinya memasuki ruang televisi, helaan napas terdengar. Kaleng-kaleng bir dan sterofeom mi instan tergeletak di atas meja. Ada rasa senang sekaligus tidak senang. Sebuah kemajuan melihat Yuan membeli sebuah makanan meskipun makanan instan, namun kaleng minuman beralkohol yang tampak bersahabat dengan Yuan membuat Bunga sedih.

Dengan telaten, Bunga memunguti sampah-sampah itu. Membersihkan meja dari plak-plak bekas makanan dengan lap basah hingga merapikan bantal-bantal sofa yang tidak beraturan. Rasanya Bunga bisa memaklumi kekacauan yang ada, mengingat Yuan seorang laki-laki.

Sebelum mengerjakan kegiatan yang menjadikan alasan kedatangannya, Bunga ingin mengecek dulu keadaan Yuan. Setidaknya memastikan laki-laki itu baik-baik saja.

Gelapnya kamar tampak biasa untuknya. Aroma wangi dari lilin-lilin yang menyala menyambut Bunga dengan bersahabat. Pendingin ruangan menyala, membuat kamar itu memiliki perpaduan suhu yang berlawanan arah.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang