Guiltiness | 01

19.1K 792 104
                                    

"Everyone suffer in their life.
There are many sad days.
But rather than sad days,
we hope to have better days.
That's what makes us alive.
That's what makes us dream."

▪BTS - RAPMON

Tahun 2007 ....

Anak laki-laki itu meringkuk di pojok kamar dengan lutut yang terlipat hingga dada. Tubuhnya bergetar ketakutan. Suara beling menghantam lantai, hancur berkeping-keping. Umpatan dan suara pukulan menggema memenuhi otak.

Dia tidak sedang berhalusinasi. Semua sedang terjadi saat ini, di lantai dasar rumah itu. Tubuhnya yang bergetar sudah bangkit untuk berjalan mengendap-ngendap memantau seberapa parah situasi di luar.

"Ampun, Mas ... maafin aku!"

Seorang wanita yang sebenarnya sangat cantik tanpa celah sedikitpun itu, sangat berantakan. Riasan wajah yang meluntur karena air mata menghancurkan paras cantiknya. Lebam di sekitar wajah tampak mengenaskan, belum lagi darah yang mengalir dari luka menganga di sudut bibir.

"SUDAH BILANG JANGAN BAWA ANAK SIAL ITU KELUAR DARI RUMAH INI!"

Pria bertubuh tinggi dengan paras yang tak kalah rupawan itu, sama berantakannya dengan wanita tadi. Kerah baju terbuka tidak beraturan, dasi menggantung tidak jelas  serta rambutnya yang acak-acakan.

Plak!

Lagi. Tangan besar itu dihempaskan ke wajah istrinya yang sudah kehabisan tenaga.

Ya. Mereka adalah pasangan suami-istri. Pasangan yang tidak ingin hidup bersama namun dipaksa untuk harus bersama. Karena seorang anak yang tak bersalah menjadi alasan.

Tubuh kurusnya tergolek lemah di lantai yang dingin. Wanita itu perlahan-lahan tidak sadar diri. Meskipun begitu, air mata terus mengaucur dengan deras dari sumbernya.

Kedua mata terpejam, tetapi masih bisa merasakan tubuhnya sendiri. Dan, masih bisa merasakan langkah kaki suaminya yang telah pergi. Wanita itu mencengkram dada yang mulai terasa sulit untuk bernapas.

"Mama!"

Anak laki-laki yang meringkuk tadi, berlari dari lantai dua. Tidak peduli jika dia harus terjatuh dengan mengenaskan. Sementara, wanita yang terbaring lemah itu mencoba sekuat tenaga mengalahkan rasa sakit karena tidak ingin sang anak melihat keprihatinannya. Walaupun, penyeban dari luka di sekujur tubuh adalah karena anaknya itu.

"Ma, maafin Yuan," rengek anaknya dengan derai air mata.

Wanita itu menorehkan seulas senyum, lalu menarik anaknya ke dalam dekapan. "Kamu nggak salah apa-apa, Yu. Mama yang salah," jawabnya.


Yuan tidak bisa apa-apa, hanya mampu menangis. Karena masih sangat kecil, dia tidak memiliki kemampuan apa pun. Sesekali ingin menegur pria yang merupakan Ayahnya sendiri, dalang dari semua luka di tubuh Ibunya. Namun, tak ada nyali.

"Yuan, bisa bantu Mama?"

Yuan mengangguk bersama tangan yang menyeka wajah polosnya dari sisa air mafa.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang