Guiltineess | 15

4K 343 29
                                    

Mungkin saat ini bel bukan merupakan sesuatu yang mereka tunggu-tunggu, karena mereka sadar bunyi bel adalah pertanda telah habisnya kesempatan mereka. Kesempatan dalam menyelesaikan soal ujian yang ada. Berdesah kesal dan menyayangkan semua yang sudah terjadi. Pengawas mulai berteriak sana-sini, memerintahkan semua murid untuk segera mengumpulkan soal dan jawaban mereka ke depan.

Di samping mengeluhkan soal yang begitu rumit, mereka juga bersyukur sudah mulai bisa menghela napas lega. Setelah seminggu lamanya mereka menahan napas dan bertarung memperjuangkan masa depan mereka.

Pemandangan umum terjadi. Ada beberapa dari mereka yang sibuk membuka-buka kembali buku untuk mengecek benar atau tidaknya jawaban ujian mereka, namun adapula yang hanya pasrah saja.

Sementara beberapa suara para murid mengeluh terdangar dari segala penjuru, Bunga justru terlihat sangat ceria sekali. Hingga suara panggilan dari Cindy pun seakan-akan tidak digubris olehnya.

"Bung, tunggu, gue mau ngomong sesuatu.." kata Cindy yang terus mendesak Bunga agar mau mendengarkannya.

Dia ingin menyampaikan sesuatu tentang Yuan. Sempat terhambat karena begitu ia sampai kelas, suasana sudah ricuh, sedangkan dia harus memerhatikan lembar jawabannya yang masih kosong beberapa.

Sesungguhnya, Cindy dilema. Benarkah tindakannya jika dia menanyakan dan menyampaikan sesuatu yang ia ketahui tentang Yuan. Bukan, bukan yang ia ketahui, tetapi sesuatu yang secara tiba-tiba ia ketahui. Apa yang disampaikan murid laki-laki sekelasnya di depan toilet tadi membuat Cindy ikut merasa khawatir. Apalagi, mengingat wajah Yuan yang tampak pucat dan tidak baik-baik saja saat keluar dari dalam toilet.

"Duh, Ndy.. Sorry, sorry banget. Gue nggak bisa denger curhatan lo sekarang. Gue harus buru-buru ke atap." potong Bunga yang sama sekali tidak peka terhadap situasi yang ada.

Bunga sibuk mencari-cari sesuatu dari dalam tasnya. Masih dengan senyumannya yang mengembang, dia merengkuh bahu sahabatnya dan menatap mata itu. "Kita cerita-cerita nanti aja ya," ucapnya berusaha untuk tidak mengecewakan Cindy.

Nyatanya, dia salah paham. Ini bukan tentang Cindy, ini tentang dirinya sendiri.

"Tapi, Bung.." cegah Cindy lagi sambil menahan tangan Bunga. Namun, langsung dilepas dengan lembut oleh Bunga yang langsung berlari keluar dari kelas.

Cindy hanya bisa membiarkan Bunga pergi. Dalam hati berharap semoga keterlambatannya dalam menyampaikan hal ini ke Bunga tidak akan menimbulkan keburukan apa pun. Dia juga berharap bahwa kekhawatirannya hanyalah sesuatu yang berlebihan, bukan merupakan sesuatu yang benar-benar mengkhawatirkan.

**

Bunga mengeliling keempat laki-laki yang sedang sibuk sendiri-sendiri itu sembari membagikan sebuah kertas yang sedikit kaku kelenturannya. Kertas berlatarkan warna hitam itu membuat para lelaki kebingungan. Sesampainya di tangan, mereka langsung membacanya.

"Mm.. sorry, gua nggak terlalu ngerti bahasa inggris. Ini undangan apaan ya?" tanya Tian dengan begitu polosnya.

Kepolosannya dalam bertanya membuat Pram tertawa terbahak-bahak sementara kedua laki-laki lainnya hanya menyaksikan Tian dengan wajah datar.

"Ya Allah, Yan-yan.. Itu 'kan ada tulisan concert-nya, artinya ini itu tiket konser." respon Pram yang sedikit terdengar menyepelekan Tian yang memang tidak mengerti bahasa inggris cukup baik.

Tian mengangguk-angguk setelah paham. "Jadi, ini tiket konser paduan suara sekolah kita?" tanyanya meminta penjelasan lebih.

Bunga mengangguk semangat dan senyum yang lebar. Kedua tangannya menyatu di dada."Datang ya? Please, ini tuh konser pertama gue." pintanya memohon.

GUILTINESS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang