"Heee Jadi dia itu istri lo?" tanya Michelle terkejut, segera menutup mulut takut ada yang dengar. Tapi untunglah tak banyak pengunjung saat itu.
Sesuai janji Gracia pada temannya itu, sekarang mereka sedang berbincang di sebuah café dalam mall. Bukan hanya mereka berdua saja, tapi Stefi juga ada dan saat ini sedang keliling mall bersama Okta. Ini hari minggu dan Gracia juga sudah izin pada Shani untuk bertemu dengan temannya ini.
Gracia paham jika temannya itu akan memandang aneh bahkan jijik padanya. Dia tidak akan mengelak. Lagi pula Gracia tidak akan berbohong pada Michelle. Perempuan di depannya itu sudah terlalu banyak membantunya. Baginya, Michelle itu sama dengan Okta, keluarga baru yang ia punya setelah diusir dari keluarganya sendiri.
Dia sempat merutuki diri karena tidak memberitahu Michelle kalau dia sudah menikah. Bahkan 'orang itu' juga dia lupa mengabarinya. Duh!
Gracia menganggukkan kepalanya, tersenyum miris pada temannya itu. Matanya memperhatikan raut wajah serta gerak-gerik Michelle yang mungkin menampakkan bahwa ia merasa tidak suka dengan pilihannya. Tapi sejauh ini, tak terlihat tanda-tanda penolakan itu darinya.
"Waah kebangetan ya lo, gak ngabarin gue apa-apa. Tau-tau udah nikah aja. Udah berapa lama?" tanya Michelle lagi, kali ini dengan nada penasaran. Wajahnya dibuat serius.
"Eh, gak ngerasa aneh? Jijik gitu?" tanya Gracia balik. Terkejut dengan reaksi Michelle yang malah terlihat santai-santai saja.
"Hn? Emang kenapa? Lo nikah sama cewe, gitu?"
Gracia meringis kecil, "Ya..iya.."
Gracia mengangkat alis, heran melihat perempuan yang lebih muda darinya itu malah terkekeh sendiri. "Kenapa lo?"
"Gak. Gue mah, asal lo senang aja udah cukup bagi gue. Setidaknya si Shani-Shani itu bisa ngejagain elo sama Stefi. Gue gak masalah lo pasangan sama siapa. Mau sama cowo atau cewe sekalipun. Tapi kalau dia bikin lo nangis, apalagi anak gue, waahh itu cewe dingin bakal gue panggang biar anget. Sampe lebur sekalian, dah!"
Gracia tersenyum lega dengan penuturan Michelle. Setidaknya, dia dan Okta tidak menilai buruk dirinya. Masih bisa diterima mereka berdua saja, Gracia sudah sangat bersyukur. Tangannya terulur, menggapai tangan Michelle yang tergeletak di atas meja. Menggenggam tangan itu erat, seperti yang selalu ia terima ketika terlalu banyak masalah dan beban yang ia tanggung selama beberapa tahun silam.
Michelle ikut tersenyum dan balas menggenggam tangan Gracia. "Gue gak bakal ninggalin lo, Gre. Walaupun gue agak sakit juga, sih gak dikasih tau soal penting ini. Tapi gak masalah buat gue mah. Lo bahagia, gue juga."
Gracia semakin mengeratkan genggamannya. Betapa beruntung bisa bertemu dengan perempuan ini. "Makasih banyak, Chell...gue gak tau musti gimana kalau aja gak ada lo. Dari waktu itu sampe sekarang, udah banyak banget yang udah lo sama Okta lakuin buat gue. Entah gimana gue bisa ngebalasnya," Gracia tak bisa menahan sebutir air mata yang lolos keluar. Sangat terharu akan kebaikan dan kesetiaan Michelle padanya.
Jika diingat lagi, Gracia waktu itu hanya seorang gadis remaja yang hilang arah setelah diusir dari rumahnya sendiri. Melangkah lunglai, tak tentu arah. Bisa saja ia meminta bantuan pada teman-temannya, tapi dia sudah hilang kepercayaan pada mereka yang ia sebut teman itu. Gracia yang polos, tak bisa memilih siapa yang benar-benar tulus padanya.
Bagai daun di atas air, dengan mudah mengikuti arus tanpa tahu akan dibawa kemana. Dan ketika ia terjebak di jurang yang sekejap membuatnya hancur, mereka yang membawanya pergi begitu saja meninggalkannya seorang diri. Betapa ia sangat kecewa, marah pun tak ada guna. Tak bisa diulang.

KAMU SEDANG MEMBACA
with you (greshan)
Fanfictionbersamamu memberiku arti sebuah keluarga yang tak pernah kurasakan sebelumnya. ini memang tak akan mudah, tapi jika bersamamu, aku yakin semua akan baik-baik saja.