Ini bukanlah hal yang baru baginya. Keluarganya dulu pernah beberapa kali menghadiri acara besar seperti ini. Dia ingat sering bergelayut manja pada sang Papi dan pria itu pun tidak masalah dengan sang bungsu yang selalu menempel padanya. Bahkan ketika ia tengah berbincang dengan rekan-rekan bisnis serta koleganya.
Gracia tersenyum kecil kala mengingat Papi-nya mendadak panik bercampur khawatir, ketika ia dengan cerobohnya, tak sengaja menyenggol seorang pelayan hingga minuman yang dibawa pelayan itu jatuh menimpa dirinya. Gracia masih ingat dengan jelas, ia menangis dipelukan Papi-nya. Pria itu pun seakan tak mempedulikan acara yang tengah berlangsung itu, langsung mengajak anggota keluarganya pulang. Ia lebih mengkhawatirkan kondisi gadis kecilnya dari pada acara itu.
Betapa ia merindukan sosok pria itu. Sosok penyayang, humoris, dan kuat yang menjadi panutan, pelindung, pahlawannya...tapi itu dulu.
"Sayang..."
Panggilan dan sentuhan lembut di pipinya, menyadarkan Gracia dari kenangan singkatnya. Sedikit tersentak, ia mengalihkan perhatian pada perempuan tinggi di sebelahnya.
"Ah, ya...?"
Shani mengerutkan alis melihat raut istrinya yang tampak murung. Seperti ada sesuatu yang mengganggunya. Menahan balasan atas nada tanya Gracia, Shani mengangkat kepala. Mata tajamnya mengedar ke seluruh penjuru ruangan. Menginspeksi siapa yang berani menaruh tatapan yang membuat istrinya ini tak nyaman.
Sekilas penyesalan ia rasa ketika memutuskan untuk mengajak Gracia ikut menghadiri acara ini bersamanya. Bukan ia mengkhawatirkan tentang mereka yang bertanya mengenai hubungannya dengan perempuan yang baru pertama kali ini ia ajak bersamanya ini, tapi...dia sangat tidak rela tatapan-tatapan itu memuja kagum sang istri.
Gracia tampil sangat cantik malam ini.
Tadi saja, ketika mereka berdua baru memasuki ruangan, ia sadari tak sedikit tatapan kagum itu mengarah pada mereka. Tepatnya pada Gracia dan itu seketika membuatnya kesal. Ingin pulang saja. Tapi istrinya itu malah menebar senyum menawannya, menyapa balik dengan ramahnya beberapa dari mereka yang menyapa mereka.
Shani tentu saja ikut balas menyapa. Tapi hanya anggukan ringan tanpa ekspresi.
Gracia memperhatikan raut wajah Shani dan menghela napas pelan mengenali tatapan itu. Posesif.
"Ci, udah ah. Gak ada yang bikin aku gak nyaman, kok. Tatapannya biasa aja."
Mata Shani kembali beralih padanya. Agak kaget juga Gracia tahu kalau dia tengah mencurigai tamu-tamu di sekitar mereka. "Terus, kenapa muka kamu kayak gak nyaman gitu? Ada yang kamu pikirin? Cerita sama aku," pinta Shani memandang Gracia. Cemas dan penasaran kentara terdengar dari nadanya.
Gracia ternyum kecil dengan sikap Shani. Sebelah tangannya mengusap tangan Shani yang mengandeng tangannya. "Aku Cuma keinget sama Papi aku. Beliau sering ngajak kami ke acara kayak gini..."
Ekpresi Shani kembali tenang setelah mendengar jawaban Gracia. Tubuhnya melangkah ke hadapan perempuan yang lebih pendek darinya itu. Masih menggandengnya dekat, sebelah tangannya yang lain terangkat, kembali mengusap lembut pipi sang istri lembut.
"Kamu kangen keluarga kamu?" tanyannya pelan. Matanya menelusuri setiap inchi wajah Gracia.
Gracia tidak menjawab. Hanya senyum tipis ia hadirkan untuk membalas rasa penasaran Shani.
"Ehm..."
Sebuah deheman ringan mengganggu momen mereka. Gracia sempat lupa kalau mereka tengah berada di antara keramaian orang. Dia pun terkejut dan salah tingkah. Tubuhnya seketika menjauh dari Shani, walaupun Shani masih menggandengnya tetap dekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
with you (greshan)
Fanfictionbersamamu memberiku arti sebuah keluarga yang tak pernah kurasakan sebelumnya. ini memang tak akan mudah, tapi jika bersamamu, aku yakin semua akan baik-baik saja.