chapter 28

4.4K 406 186
                                    

 Sesuatu yang lembut mengusiknya. Sinar menyilaukan kelopak mata yang masih tertutup. Merasa terganggu, dibukanya perlahan, sesekali mengerjap, menyesuaikan. Setelahnya terdiam entah berapa lama. Apa yang dilihat oleh matanya?

 Mengabaikan corak putih yang pertama kali ia lihat itu, tangan kanannya terangkat, mengusap wajah perlahan. Hembusan napas panjang ia lepas, setelah tubuhnya didudukkan dari baringan beralas rerumputan yang lembut.

 Melihat ke sekeliling. Hamparan padang rumput sepanjang mata ia memandang.

 "Aku di mana?"

 Gracia bangkit berdiri. Tempat ini terasa begitu nyaman, tapi juga menyeramkan di saat yang bersamaan. Menyeramkan? Tak ada satu makhluk lain pun ia lihat di sini. Bunga? Hewan? Bahkan batang pohon pun tak ada.

 Rumput lembut tempatnya berbaring tadi, sudah berubah gersang. Sama seperti rerumputan lainnya di tempat luas tak berujung ini. Seketika menjadi rumput kering kerontang. Seperti diambang mautnya.

 Segala pikiran negatif segera ia hilangkan. Kembali mengusap wajah. Menenangkan diri, mencoba berpikir, mengingat kenapa ia bisa ada di sini? Apa yang terjadi padanya? Sedikit kilasan, ia yang tengah memasak di dapur dan kemudian gelap.

 "Aku masak di dapur... aku masak? Uh, aku gak bisa masak. Apa yang kumasak? Untuk siapa aku masak? Aku-aku-"

 "Shania Gracia."

 Sebuah suara memanggil namanya, membuat gadis itu terkejut, dan segera membalik badannya. Seketika itu juga tubuhnya bergetar hebat. Takut.

 "Nad-Nadhif, ugh-kamu," langkah kaki Gracia refleks menapak mundur.

 Cowok yang dipanggil Nadhif itu tersenyum senang, mengabaikan gurat keterkejutan dan ketakutan dari gadis di depannya. Ekspresi itu, mengingatkannya akan kejadian dulu. Membuat senyumannya semakin merekah.

 "Akhirnya bisa ketemu kamu lagi. Aku kangen, tau. Lama banget nunggu kamu di sini."

 "Hu-huh?" Gracia tidak mengerti.

 "Akh!"

 Gracia mengaduh, kepalanya tiba-tiba berdenyut, sangat menyakitkan.

 "Pastinya kamu ingat aku. Kamu gak mungkin lupain aku 'kan?" nada yang penuh percaya diri.

 Senyuman tak pernah pudar dari wajah Nadhif, lagi-lagi mengabaikan gadis di depannya yang tengah merintih kesakitan sambil memegangi, bahkan kini terlihat ia meremas-remas rambutnya.

 "Suara rintihanmu sangat merdu sekali, Gracia."

 Gracia tidak mempedulikannya. Nadhif terus berceloteh, tapi ia seakan tak mendengarkan apa pun yang diucapkan cowok itu. Isi kepalanya seketika didesaki oleh ingatan-ingatan kelamnya.

 "Aaaarrggghh!!!"

 Gadis itu menjerit kuat dan keras. Tak kuasa menahan. Bahkan kakinya pun tak kuat menopang hingga tubuhnya terjatuh di rerumputan gersang itu.

 Nadhif terkekeh. Terlihat sangat senang sekali. Cowok itu berjalan beberapa langkah, menjauh dari tubuh Gracia. Matanya menatap kagum pada satu-satunya bunga yang ada. Setangkai mawar berwarna merah cerah. Dipetiknya bunga itu dan kembali berjalan mendekati Gracia yang kini tampaknya sudah jauh lebih tenang.

 Gracia mendongak ketika ia merasakan sebuah bayangan menaungi tubuhnya. Wajah itu sudah sepenuhnya basah oleh air mata.

 "Buat kamu, Gracia," ujar Nadhif dengan tenangnya. Wajah tampan itu tersenyum lembut pada Gracia.

with you (greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang