chapter 50

3.8K 304 48
                                    

Beberapa perawat terlihat sibuk di salah satu ruang unit gawat darurat di sebuah rumah sakit besar di Zurich. Mereka harus berpacu dengan waktu dan kondisi sang pasien yang semakin menurun. Segala macam alat medis segera dihidupkan dan beberapanya dipasangkan ke tubuh pasien. Gerak mereka yang sigap dan beraturan membuat Desy sedikit lebih mudah mengatasi Shani yang terbaring tak sadarkan diri.

Desy memang ikut dengan Shani dkk, dan seorang lagi yang memohon-mohon untuk bisa ikut juga. Meskipun tidak ikut pergi menyelamatkan Gracia, tugasnya yang sebenarnya adalah ini, menangani Shani yang terluka.

Selalu begitu, hanya Desy seorang yang ia izinkan untuk merawatnya. Sejujurnya Desy berharap rencana Shani berjalan dengan lancar, tapi tentu saja tidak semudah itu. Mendapati sang adik dengan kondisinya yang mengenaskan seperti ini, mengingatkannya pada kondisi Shani dulu.

Come on, Shani. Gue tau lo bisa ngelewatin ini. Lo lebih kuat dari yang sebelumnya. Please, don't you dare die on me because of this cut again.”

----

Kelopak mata yang mengerjab, kemudian menutup lama, saat merasakan kesadaran diri yang mengetuk keras untuk terjaga. Seketika menghirup oksigen dengan rakusnya seakan baru saja dibekap-pengap-. Merasakan detak jantung yang memompa udara ke paru-paru cepat, dan aliran darah yang berdesir seakan mengaktifkan kembali otot-otot serta fungsi tubuh yang kaku tak bergerak. Meminta waktu entah pada siapa untuk terbiasa, kelopak mata itu pun terbuka kembali, menampakkan dua iris manis layaknya coklat yang lumer.

Pemandangan pertama yang ia lihat hanya langit biru dengan awan putih beriringan, seakan melindunginya dari sumber sang cahaya yang langsung menyapa. Menolehkan kepala ke kanan, menggerakkan kedua tangan, mengindentifikasi dimana gerangan keberadaannya kini. Dengan perlahan bangkit duduk, bertumpu pada rumput hijau. Sepanjang jauh mata memandang, hanya rerumputan dan bukit-bukit kecil yang ia dapati.

“Ugh,” keluhan kecil ia suarakan saat merasakan kilatan sakit menyentak kepalanya. Hanya sebentar, hingga tiba-tiba suara-suara berisik tak jelas mengalihkan perhatian.

Kembali mengedarkan pandangan, mencoba mencari sumber suara, tapi tak menemukan. Entah kenapa suara-suara berisik itu kini membuatnya kesal. Bangkit berdiri, meski sedikit oleng, namun sigap mempertahankan tapak. Berdiri tegap, langkahnya dimulai meski pelan berniat menghindar dari suara-suara tak mengenakkan itu.

Perhatiannya tertuju pada satu bukit yang dekat, memberikan rasa penasaran dan debaran yang membagi perasaan ingin bertemu. Bertemu siapa?

Tak ingin menanggung rasa penasaran yang malah menyesakkan, memaksa kaki untuk melangkah cepat, berlari dengan sekuat tenaga yang dipunya. Hingga akhirnya tiba di balik bukit, seketika langkah terhenti mendapati satu punggung perempuan berambut panjang dalam balutan dress merah maroonnya. Debaran itu semakin terasa saat sosok di depannya membalik tubuh dan menghadap padanya. Tersenyum dengan sangat manis dan lembutnya.

“Haloo my little girl, Shani.”

Tubuh Shani seakan membeku di tempat, melihat dengan jelas sosok yang kini berjalan mendekat padanya. Masih dengan senyum manis kelembutan dan kasih sayang itu, Melody mengulurkan tangannya menangkup kedua sisi wajah sang putri yang sangat dirindukan. Senyum itu kini berasa haru dan getir seraya buliran air mata membasahi pipi.

“You've grown up, sweet heart.”

Nada lembut yang bergetar dan usapan yang terus ia berikan. Meraba setiap inchi wajah yang sungguh tampak sempurna. Mengusap sayang rambut hitamnya yang panjang dan lembut, memegang pundak dan meremasnya sekilas, seakan ikut merasakan kekuatan gadisnya yang perkasa. Berakhir pada pelukan erat, melepas kerinduan, rasa syukur bisa bertemu kembali, serta penyesalan yang teramat atas semua yang terjadi.

with you (greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang