END

9.3K 393 75
                                    

Shani mengedarkan pandangannya pada beberapa orang yang sudah berkumpul di kamar inapnya setelah sarapan. Manik coklatnya melirik Jinan yang sudah pulih tengah duduk di sofa bersama Cindy, pada Desy yang baru saja menutup pintu membawa kedua putrinya serta Deva jalan pagi di taman rumah sakit, kemudian pada Yona dan seorang bocah laki-laki tak ia kenal namun terasa familiar. Terakhir pandangannya jatuh pada sang istri yang duduk membelakanginya di bangku sebelah ranjang. Satu tangannya mengulur mengusap-usap pelan pundak Gracia.

“Jadi, apa yang mau Mamah ceritakan?” tanya Gracia membuka percakapan. Dengan sabar menanti cerita yang dijanjikan Yona kemarin sore.

Yona menghela napas pelan, menoleh sebentar pada Tanzi yang sedari tadi menundukkan pandangannya.

“Gracia, sebelumnya Mamah minta maaf karena baru cerita sekarang. Hum, Orn gak selamat, sayang.”

Kerutan seketika membentuk di kening Gracia, mengubah raut penasarannya menjadi rasa kaget dan tak percaya. Jinan pun tanpa sadar ikut merasakan kekagetan yang sama. Padahal ia tidak terlalu memikirkan perempuan asing yang sempat menjadi ally mereka, walaupun ia adalah musuh sebelumnya.

“Maksud Mamah?”

“Keadaan yang sangat genting, sayang. Pilihannya hanya dua, kehilangan Jinan atau perempuan asing yang sudah sangat berjasa menjaga kamu dan membantu kita dalam masalah ini.”

Mendengar kata 'kehilangan Jinan', Cindy refleks menggenggam erat tangan suaminya. Jinan menoleh pada Cindy yang tampak fokus mendengarkan cerita Yona. Tangannya balas menggenggam, mengusapnya pelan.

“Orn terkena luka cukup parah, bahkan mengancam nyawanya. Meski sebenarnya ia bisa diselamatkan, tapi memilih untuk selesai dengan hidupnya,” Yona mengamati raut kaget yang masih menaungi wajah sang putri.

“Dia merasa sudah cukup. Apalagi setelah bertemu denganmu, dia seperti sudah menemukan kebahagiaan yang dicari, walau hanya untuk waktu yang singkat. Merasa bahwa tujuannya bertahan hidup hingga sekarang, adalah untuk bertemu dan menyelamatkanmu.”

Tangan Shani yang masih berada di pundak Gracia hanya bisa terus mengusap-usapnya pelan.

“Di saat yang sama juga, Jinan tengah berjuang untuk hidup dengan jantung yang sudah hampir mencapai batasnya. Mamah bukannya egois tapi, mempertimbangkan semuanya, antara kamu, Orn, dan Jinan, Mamah pun mengusulkan untuk mentransplantasikan jantung Orn buat Jinan. Tak ada penolakan darinya, malah gurat bahagia dan senyum tulus Orn tunjukkan sampai semua proses berakhir.”

Yona menghela napas, “Perempuan itu sungguh sangat baik, terlepas dari semua tindakan yang ia lakukan semasa hidupnya, setidaknya di akhir hidupnya Orn berbuat satu hal yang sangat terpuji. Satu hal yang menujukkan bahwa ia memiliki eksistensi yang nyata. Sungguh beruntung juga, jantung Orn pas untuk Jinan. Karenanya untuk sekarang dan seterusnya kamu gak akan lagi ngerasain sakit di jantung kamu, Jinan.”

Jinan merunduk, mengangkat sebelah tangannya yang lain pada area jantungnya. Meraba, mengusap salah satu organ tubuh asing yang kini menjadi penyambung nyawa barunya. Tangan Cindy ikut merengkuh tangannya, membuat pandangannya naik, saling menatap penuh rasa kelegaan dan keharuan. Jinan sungguh sangat ingin berterima kasih pada perempuan asing itu.

“Jadi...ugh jantung Orn sekarang ada dalam tubuh Jinan?” pertanyaan Gracia kembali mengalihkan fokus mereka.

“Iya, sayang,” jawab Yona, mengangguk pelan.

“...dia, mengorbankan dirinya sendiri untuk orang lain,” nada pelan Gracia masih bisa didengar mereka semua.

Kesedihan menyelimuti Gracia. Padahal sebelumnya berharap masih bisa bertemu lagi, menghabiskan waktu sedikit lebih lama lagi. Gracia bahkan ingin mengajak Orn pulang bersama. Mengenalkannya pada kehidupan yang lebih baik. Tapi-

with you (greshan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang