Vino menatap tak nyaman saat memasuk sebuah restoran mewah.
'Anin gak salah ngasih alamat 'kan?' gumam Vino sambil mengedarkan pandangannya.
Restoran malam itu cukup ramai dengan orang-orang yang berjas dan berpakaian rapi. Vino merasa salah kostum datang ke tempat ini. Dia hanya mengenakan kaos yang dilampisi kemeja, celana jeans dan sepatu convers.
'Uuuh, lupakan itu. Yang penting sekarang, apa aku benar-benar bisa ketemu Gracia di sini? Tapi, kok di restoran mewah kayak gini, sih? Apa dia-'
"Maaf, mas."
Vino tersadar dari lamunannya saat merasa pundaknya ditepuk pelan. Menoleh ke belakang, Vino mendapati seorang pramusaji perempuan tersenyum ramah padanya.
"Anda yang bernama Raja Vino Alfarish?" tanya perempuan itu sopan.
Vino menganggukkan kepalanya, "Eh, iya. Saya Vino."
"Anda sudah ditunggu di ruang VVIP. Mari saya antar."
Vino mengangguk kikuk. Lalu tanpa tanya mengikuti perempuan itu.
Baru kali ini Vino memasuki ruangan VVIP sebuah restoran ternama. Tak menahan decakan kagumnya saat pertama kali menginjakkan kaki di dalam ruangan itu. Memperhatikan setiap detail interiornya. Tanpa sadar, dia malah tertarik pada sebuah lukisan di salah satu sudut ruangan.
Lukisan siluet seorang perempuan dari tampak belakang, dilatari tepi pantai. Perempuan itu duduk di bawah rindangnya pohon, menatap pada sang surya yang kembali ke perpaudannya. Sangat cantik.
"Ah, iya, Gracia!"
Vino tersadar akan tujuannya dan mengedarkan pandangan di ruangan yang cukup luas itu, mencari sosok sang kekasih. Tapi, sesaat kemudian mengerutkan kening. Vino malah mendapati sosok seorang perempuan asing. Sepertinya dia tengah fokus memandangi sebuah bingkai foto yang diletakkan tepat di depannya dengan segelas wine di tangan. Tidak menyadari keberadaannya di ruangan ini.
Kembali Vino mengedarkan pandangan. Memastikan. Hanya ada dia dan perempuan itu saja di ruangan ini. Dengan ragu Vino mendekati meja perempuan asing itu.
"Ekhem, maaf mbak," panggil Vino.
Perempuan itu, Shani mengalihkan pandangannya dari bingkai foto pada laki-laki yang berdiri di seberang meja. Dari balik gelas kaca yang dipegangnya, Shani memperhatikan penampilan laki-laki itu.
'Not bad. Mereka berdua bisa diandalkan, huh.'
"Silahkan duduk. Saya yang menyuruh Anin untuk Anda datang ke sini," ujar Shani datar, sembari menyesap wine-nya.
Vino mengangkat alis bingung. Belum mau duduk. Dia menatap curiga perempuan cantik namun berwajah datar itu.
"Maaf, tapi kamu siapa? Bagaimana kamu kenal sama Anin? Apa kamu juga kenal Hamids? Mana Gracia? Anin bilang aku bisa ketemu Gracia di sini. Mana dia?"
Shani tersenyum miring mendengar rentetan pertanyaan itu. Dia lalu bangkit berdiri dari kursinya. Saling berhadapan dengan berbataskan meja.
"Saya Shani Indira Natio. Istri sah dari seorang Shania Gracia Natio," ujar Shani dengan nada serta raut wajah datarnya. Tapi ujung bibirnya naik sedikit, tampak congak melihat keterkejutan di wajah laki-laki di hadapannya.
"Ha-huh? Mak-maksud kamu apa?" tanya Vino kaget. Dia juga tampak bingung. Tiba-tiba saja pertanyaannya dijawab dengan jawaban yang tak pernah ia terima dari seorang perempuan cantik.
'Shani Indira? Dia? menikah sama Gracia? Shania Gracia-ku? Haahh?!'
"Sederhana saja. Saya dan Gracia sudah menikah," Shani memperjelas maksud perkataannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
with you (greshan)
Fanfictionbersamamu memberiku arti sebuah keluarga yang tak pernah kurasakan sebelumnya. ini memang tak akan mudah, tapi jika bersamamu, aku yakin semua akan baik-baik saja.