"Dokter!!"
Suara teriakan Shani memecah kesunyian rumah sakit yang masih belum memulai aktivitasnya. Langkahnya tergesa-gesa, sambil mengendong tubuh sang istri di kedua tangannya mencari siapa saja yang dapat membantunya. Bajunya perlahan basah oleh mimisan Gracia yang tak kunjung berhenti. Membuatnya semakin panik saja.
"DOKTER! SUSTER! Hei, kemana kalian? Kumohon, siapa saja tolong aku!"
Tak lama lewat seoang suster. "Astaga! Apa yang terjadi?" suster itu langsung berlari mendekati Shani.
"Suster, tolong istri saya, sus. Tolong dia!" suara Shani terdengar desperate.
"Aah, baiklah-baiklah. Mari ikuti saya."
Selang beberapa menit kemudian, Shani sudah berdiri di depan pintu ruang IGD tempat Gracia diperiksa. Tubuh Shani yang sedari gemetaran dengan apa yang terjadi pada istrinya, perlahan mulai tenang. Meski kepanikan, kecemasan, dan ketakutan masih kuat mengikatnya.
Tak pernah sekalipun terlintas di pikiran akan mendapati Gracia seperti itu. Menemukannya dalam keadaan kalut dan ketakutan tadi malam saja sudah membuatnya ketakutan setengah mati, apalagi sekarang. Jantungnya seolah dikejutkan berkali-kali. Entah ia masih bisa bertahan jika hal yang lebih buruk dari ini akan terjadi pada istrinya.
'Gak-gak, gak boleh. Kamu kuat Gre, kamu kuat. Kamu gak akan ninggalin aku. Gak akan.'
Mata Shani tak sedetik pun beralih dari jendela kecil yang memperlihatkan apa yang terjadi di dalam ruangan. Dokter serta beberapa orang suster masih tampak sibuk menangani Gracia. Ingin sekali rasanya masuk ke dalam dan menggenggam tangan istrinya. Menemaninya, tapi dia tak bodoh untuk mengganggu pekerjaan mereka.
Tangannya naik perlahan, meremas baju di bagian dada.
Sesak. Sesaknya menyakitkan. Sakit sekali melihat orang yang dicintainya harus terbaring lemah di sana, sementara ia tak bisa berbuat apa pun. Tertahan, berdiri di sini.
Baru kali ini, seorang Shani Indira Natio merasa, dia adalah orang yang paling tidak berguna.
"Shani? Lo ngapain di sini?"
Sebuah suara menyadarkan Shani dari lamunannya. Menoleh ke samping, mendapati Desy dengan jubah dokternya berjalan ke arahnya.
"Ci Desy."
"Di dalem siapa? Lo nungguin siapa? Kenapa gak bilang kalau ada yang sakit?" tanya Desy kepo. Tanpa menunggu jawaban Shani, perempuan tinggi itu menggeser tubuh Shani ke samping untuk bisa mengintip siapa yang tengah diperiksa di ruang IGD.
"Eh-Gracia?!" kaget Desy. "Apa yang terjadi padanya?"
"Di-dia... ugh," Shani tampaknya kembali shock dan Desy yang menyadarinya segera membawa perempuan itu untuk duduk di bangku lorong rumah sakit.
"Shan, tenang. Lo harus tenang. Apa pun yang terjadi pada Gracia, lo gak boleh panik. Dia pasti bakal kuat, dia bakal baik-baik aja. Lo harus percaya sama dia," Desy menangkup wajah Shani. Mencoba menarik perhatiannya agar tak terjebak segala pemikiran buruk di otaknya.
Desy menatap miris raut Shani. Datar, dingin, kosong tanpa ekspresi, tapi itu hanyalah tampak luar. Yang sebenarnya, dalam diri Shani sedang terjadi bencana. Hanya menunggu waktu dan sedikit pemicu tambahan untuknya meledak.
...dan kemudian hancur.
'Astaga. Jangan sampeee!!!'
"Shan-" panggilan panik Desy terputus karena ponselnya yang tiba-tiba bergetar di saku jas dokternya.
KAMU SEDANG MEMBACA
with you (greshan)
Fanfictionbersamamu memberiku arti sebuah keluarga yang tak pernah kurasakan sebelumnya. ini memang tak akan mudah, tapi jika bersamamu, aku yakin semua akan baik-baik saja.