Gracia mengerutkan keningnya ketika secercah cahaya membias di retina yang tertutup. Merasa terganggu, ia pun membenamkan kepalanya ke dalam cerukan di depan wajahnya. Mendusel—ndusel di sana, seraya menghirup dalam aroma yang menenangkan. Tangannya meraba-raba sesuatu yang lembut, seraya semakin merapatkan diri pada sumber suhu yang menghangatkan tubuhnya.
Pergerakan kecil itu sedikitnya membuatnya tersentak dari tidur lelapnya. Shani perlahan membuka mata, mengerjapkannya beberapa kali agar terbiasa dengan cahaya mentari pagi yang menyapa. Mengumpulkan nyawa, kemudian menoleh pada sesuatu yang sedari tadi masih asik mendusel-ndusel di ceruk lehernya. Geli.
Shani hampir tersedak ketika dirasakannya sebuah lengan tanpa sadar-mungkin-tengah bergerak-menggesek-bagian dadanya yang polos. Shani baru sadar, mereka memang tak memakai apa pun di bawah selimut tebal ini setelah aktivitas semalam.
"Nnngh, Gre...uuh."
Sulit untuk tak bersuara ketika benda kenyal dan dingin itu mulai menciumi, membasahi, juga menggigiti kulit lehernya. Membuat perempuan itu kembali memejamkan mata dan merangkul lebih dekat-menempelkan-tubuh itu dalam rangkulannya pada tubuhnya.
Napas Shani tersengal, darahnya berdesir hebat, keringat mulai merembes keluar dari pori-pori kulit, serta hawa panas yang menyelimuti tubuh. Nafsunya perlahan mulai menggila dan bisa saja lepas jika perempuan yang berstatus sebagai istrinya ini tak berhenti menggodanya.
Gracia yang sudah sepenuhnya sadar, tanpa peduli terus melanjutkan aktivitasnya mencicipi kulit serta aroma Shani yang selalu membuainya. Gigi gingsulnya pun sampai di telinga Shani dan mengggit gemas ujung telinga itu. Sukses memberinya satu desahan panjang dari sang istri yang terkenal dingin serta jutek ini.
'Hmm...udahan ah.'
Gracia langsung menjauhkan wajahnya dari kepala Shani. Tersenyum geli melihat wajah perempuan itu yang sudah merah padam dan mata yang terpejam erat. Napasnya cepat, dengan mulut sedikit terbuka. Tak sangaja manik hitamnya jatuh, melirik pada dada polos yang naik-turun, serta aliran keringat yang membasahinya.
Gracia meneguk ludah susah payah.
Tak menyangka aksinya itu bisa mendapat ekspresi yang sangat cantik, menggemaskan, juga memikatnya untuk melakukannya lagi.
'Tenang Gre...sabar...lo bisa kok dapetin ini tiap hari heheh-'
"Kyaaa!!"
Pikiran jahilnya seketika berganti dengan pekikan kaget, kala dua tangan terulur cepat melingkari tubuhnya. Dalam sekejap membalikkan, menahan-mengurung tubuhnya di antara ranjang dan orang di atasnya.
"Pinter, ya. Udah bisa jahilin aku, huh."
Gracia merapatkan matanya erat merasakan hembusan napas Shani tepat di wajahnya. Dia bisa menebak pasti, perempuan yang hanya memberi beberapa jarak inchi di antara kedua tubuh mereka itu, sekarang tengah menyeringai iblis.
Shani tertawa geli melihat ekspresi menggemaskan Gracia. Betapa cantiknya istrinya ini.
Perlahan kepalanya turun menuju telinga Gracia sebelah kanan. Sengaja menghembuskan napas berat dan hangatnya, mendapati respon yang semakin membuatnya tak tahan lagi untuk menikmati kembali istrinya ini.
"Sayang...sarapan, yuk."
------
"Dek, ayo sini sama Mom."
Gracia kembali memanggil putrinya yang sedari tadi asyik sendiri memainkan ponsel miliknya, sambil sesekali menerima suapan dari Okta. Stefi melirik ibunya yang memanggil, menoleh sekilas, lalu kembali memalingkan wajah. Fokus pada permainan di depannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
with you (greshan)
Fanfictionbersamamu memberiku arti sebuah keluarga yang tak pernah kurasakan sebelumnya. ini memang tak akan mudah, tapi jika bersamamu, aku yakin semua akan baik-baik saja.