Seorang pria diumurnya yang melebihi setengah abad itu, memandang diam kilauan cahaya dari tiga kota di bawah sana. Pemandangan malam yang mendung dan dengan udara dinginnya, seolah tak mengganggu pria itu tetap berdiri di sana. Lamunannya terusik saat menyadari kehadiran seseorang di belakangnya.
"It's been confirmed, Sir. That woman now is pregnant."
Tanpa membalikkan badan maupun menoleh ke belakang, pria itu hanya menyunggingkan senyum kecilnya. Deheman singkat ia keluarkan, isyarat kepada orang itu untuk pergi. Setelahnya, pria itu mengeluarkan selembar foto dari balik jaket tebalnya.
Memandanginya dengan seringaian licik.
"How far you can go, to protect your family, Shani?"
-----
Jamuan sederhana yang dihadiri keluarga, kerabat, teman, dan rekan kerja baru saja selesai diadakan di kediaman keluarga Natio. Mereka memenuhi undangan Shani untuk syukuran kehamilan istrinya, Gracia. Hari mulai petang, para tamu pun sudah kembali pulang, menyisakan sekelompok sahabat yang berkumpul di ruang tengah.
Sejak kembali dari membeli bakso untuk istrinya, Shani sekuat tenaga menahan dan mengendalikan diri untuk tidak gesrek di depan Gracia. Membiarkannya memakan habis dua bungkus bakso itu. Paginya, barulah Shani membujuk istrinya untuk ke rumah sakit, meski cukup sulit.
Kenyataannya, setelah diperiksa, Gracia sudah telat hampir lima minggu lamanya. Kondisinya dan sang calon bayi pun normal dan sehat. Terus, bagaimana dengan testpack yang ia pakai itu? Bukan salah alatnya, hanya saja pada saat Gracia mencoba alat tes itu, kondisinya memang tak memenuhi syarat dan menghasilkan tanda negatif. Padahal memang dia sudah hamil saat itu.
"Heran juga, sih. Padahal pas yang di Stefi dulu, tanda-tandanya cepet ketauan. Tapi yang sekarang, malah kayak malu-malu gitu," ujar Gracia ketika mereka bertanya perihal kehamilannya. Kepalanya menunduk, mengelus lembut perut datarnya. Betapa ia sangat senang dan bersyukur malaikat kecil itu sudah ada di rahimnya.
"Mungkin dia takut kali sama ibunya yang satu lagi," celetuk Anin asal, mengejek Shani.
Shani mendelik jengkel, "Maksud lo? Eh-"
"Sshh jan aneh-aneh," lerai Gracia saat Shani ingin membalas.
Semua yang ada di sana menahan geli melihat seorang Shani Indira yang langsung kicep. Pemandangan ajaib dan hiburan bagi mereka yang selalu melihat raut datar perempuan itu. Lihatlah, dia malah memberengut lucu pada istrinya.
"Eh-eh ato mungkin aja tanda-tandanya malah dari Bu Indira? Soalnya sempet tuh, beberapa kali si Ibuk minta dibeliin jus alpukat, stroberi, manggis ama buahan lainnya. Gue mikir, tumbenan amat si Bos minta buah, kayak mau bikin rujak aja," celoteh Angel.
"Wedeeh yang bener lo?" tanya Anin tidak percaya.
"Iih beneran, tanya aja Kak Manda tuh."
Manda yang seketika menjadi perhatian hanya mengangguk-angguk, membenarkan ucapan Angle.
Gracia menoleh pada sang istri, "Beneran?"
Shani mengangkat bahu, "Entahlah, lupa. Mungkin lagi kepengen aja kali. Etapi 'kan kamu yang hamil, kok malah aku yang-eh apa tuh namanya, eer ngidam?" tanya Shani heran.
"Wajar aja sih, kalo menurut gue. Saat si istri hamil ada kalanya pasangannya yang malah ngidam. Gue juga gitu kok, walau cuma sekali aja, sih ngidamnya," ujar Desy, menoleh pada istrinya yang duduk sambil menggendong putra mereka di seberang ruangan, tengah ngobrol dengan Michelle.
"Habis ini, siap-siap aja lo bakal lebih sibuk plus pusing seratus keliling buat menuhin ngidamnya Gracia," lanjut Desy, tersenyum menggoda pada Shani.

KAMU SEDANG MEMBACA
with you (greshan)
Fanfictionbersamamu memberiku arti sebuah keluarga yang tak pernah kurasakan sebelumnya. ini memang tak akan mudah, tapi jika bersamamu, aku yakin semua akan baik-baik saja.